Monday, June 8, 2009

Efektivitas Perpaduan Komponen Anggaran dalam Prosedur Anggaran: Pengujian Kontinjensi Matching

M. Nizarul Alim
Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo

ABSTRACT

This study investigates effect of matching among budget components in budgeting procedure on managerial performance. Budget component include budget participation, budget target, budget revision, and budget evaluation. Many budgeting research test contingency fit with contextual factors like uncertainty, organizational factors e.g. structure, culture, and behavioral i.e motivation. Research finding shows that participation doesn’t have impact on budget goal. Fit between budget goal and budget revision and budget evaluation have positive effect on managerial performance but not significant. While budget revision and budget evaluation have significant effect. Empirical evidences indicate that budget revision and budget evaluation are not contingency factors of budget goal difficulty. Research suggests to investigate strategic planning as contingency factor of budget procedure.

Keywords: budget component, contingency, and managerial performance.

PENDAHULUAN

Sistem Anggaran memiliki fungsi manajerial yang meliputi perencanaan, koordinasi, evaluasi (pengendalian), dan umpan balik. Terkait dengan fungsi manajerial maka antara satu komponen anggaran dengan komponen anggaran lain me¬miliki time sequence. Blocher et al. (2000) menyata¬kan bahwa efektivitas anggaran tidak hanya tergantung satu komponen saja tetapi keber¬hasilan anggaran dipengaruhi oleh perpaduan dan interdependensi antar komponen anggaran.
Sebagai bagian dari system pengendalian mana¬jemen, system anggaran meliputi (1) struk¬tur pengendalian anggaran, (2) prosedur, dan (3) kebijakan anggaran. Struktur pengendalian ang¬garan ditunjukkan oleh kebutuhan anggaran pada semua level meliputi korporat, departemen, divisi, fungsi-fungsi produksi, pemasaran, unit bisnis, atau bahkan liniproduk (Hansen dan Mowen 1995, 667).
Prosedur anggaran terdiri dari tahap proses penyusunan anggaran untuk menentukan target dan sasaran anggaran, revisi anggaran, pengen¬dalian (evaluasi) anggaran dan umpan balik. Kebijakan dalam prosedur anggaran tersebut antara lain: pada tahap penyusunan anggaran terkait dengan tingkat partisipasi dalam proses penyusunan anggaran. Dalam menyusun ang¬garan, perusahaan dapat memilih kebijakan ang¬garan partisipatif atau top down (Hansen dan Mowen 1995; Zimmerman 1995). Kebijakan revisi anggaran dihadapkan pada kebijakan revisi ang¬garan sistematis atau revisi anggaran di bawah kejadian khusus (Anthony dan Govindarajan 1998, 384). Pengendalian dan evaluasi anggaran dihadapkan pada alternatif pada evaluasi yang menekankan pencapaian target (varian) anggaran atau proses pencapaian anggaran (Govindarajan 1988), sedangkan umpan balik anggaran pada dasarnya mengikuti tipe pengendalian anggaran.


Terkait dengan fungsi manajerial, anggaran sebagai alat perencanaan dimanifestasikan dalam proses penyusunan anggaran. Fungsi koordinasi tercermin dalam tahapan revisi anggaran. Pada tahapan revisi anggaran akan diketahui bahwa pelaksanaan anggaran antara satu divisi dengan yang lain dapat saling overlap serta tercapai atau tidaknya sasaran yang ditentukan. Dalam prose¬dur revisi juga dapat diketahui apakah asumsi anggaran yang telah ditetapkan pada saat penyu¬sunan anggaran tidak berubah karena faktor internal maupun eksternal.
Sedangkan fungsi anggaran sebagai alat pengendalian ditunjukkan dalam tahapan eva¬luasi anggaran. Pengendalian merupakan suatu upaya yang ditujukan agar pelaksanaan anggaran tidak menyimpang dari tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Evaluasi yang dilakukan secara periodik seperti mingguan dan bulanan merupa¬kan bagian dari pengendalian karena evaluasi bulan ini merupakan pengendalian di bulan berikutnya.
Berdasarkan pada kajian di atas seharusnya penting untuk dikaji fit antar komponen anggaran dalam konteks prosedur anggaran. Kesesuaian antar komponen anggaran dalam prosedur ang¬garan akan bermanfaat dalam penentuan kebijakan anggaran pada setiap tahapan anggaran. Penelitian kontinjensi fit antara komponen ang¬garan telah dilakukan oleh Alim (2003) hanya menguji moderasi revisi anggaran terhadap partisipasi anggaran tetapi tidak secara eksplisit menggunakan kerangka konsep prosedur ang¬garan. Sedangkan pengujian dan penjelasan efektivitas fit antara komponen anggaran dalam prosedur anggaran belum pernah dilakukan.
Bukti empiris penelitian anggaran dalam konteks bisnis di Indonesia, sebagian besar difo¬kus¬kan pada penelitian (komponen) anggaran secara parsial misalnya partisipasi (Riyanto 1997; Riyadi 1998; Alim 2003; Ramantha 2005), revisi anggaran (Alim 2003), sasaran anggaran (Alim 2006), evaluasi (Kamal dan Na’im 1999; Alim 2006).
Di samping itu, sebagian besar studi empiris tentang kontinjensi anggaran dikaitkan dengan variabel kontinjensi perilaku individu (misal: motivasi, komitmen), lingkungan organisasi (misal: ketidakpatian lingkungan), strategi, dan organisasi (struktur organisasi dan budaya orga¬nisasi). Bukti empiris tersebut menunjukkan bah¬wa fit antara anggaran dan variable kontinjensi tersebut efektif untuk mempengaruhi perilaku misalnya motivasi dan sikap (Riyanto 1997; Riyadi 1998), stess kerja (Kamal dan Na’im 1999), kepuasan kerja (Supomo, 1998; Alim 2003).
Penelitian kontinjensi fit antara komponen anggaran telah dilakukan oleh Alim (2003) yang menguji moderasi revisi anggaran terhadap par¬tisipasi anggaran. Perbedaan penelitian ini dengan sejumlah penelitian anggaran di Indonesia sebe¬lumnya (Riyanto 1997; Riyadi 1998; Kamal dan Na’im 1999; Supomo 1998; Muslimah 1997; Alim, 2003, 2006) terletak pada konsep anggaran. Penelitian anggaran sebelumnya mengoperasio¬nal anggaran sebagai komponen anggaran secara parsial atau sistem serta menguji kontinjensi efektivitas anggaran dengan variabel kontinjensi individual (motivasi, kepemimpinan) dan organisa¬sional (struktur organisasi, budaya organisasi).
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek¬tivitas perpaduan antar komponen anggaran dengan pengujian kontinjensi matching antara komponen anggaran dengan argumen bahwa penganggaran merupakan suatu prosedur yang berurutan dan saling terkait antar komponen anggaran. Outley (1980) menjelaskan bahwa pen¬dekatan kontinjensi antar desain organisasional menggunakan pengujian model matching. Kom¬ponen anggaran merupakan variabel desain organisasional. Atas dasar itu maka prosedur ang¬garan komponen anggaran seharusnya fit dengan komponen anggaran yang lain.
Perbedaan penelitian dibandingkan dengan sejumlah penelitian komponen anggaran sebelum¬nya adalah bahwa penelitian komponen anggaran sebelumnya baik itu partisipasi, revisi, sasaran, evaluasi anggaran diuji kontinjensinya dengan variabel perilaku seperti motivasi, komitmen atau variabel organisasional seperti strategi dan struk¬tur organisasi. Dengan perbedaan tersebut pene¬litian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris baru yang menjelaskan serta memberi kontribusi terhadap teori dan praktik pengang¬garan serta referensi mengenai keterkaitan komponen anggaran dalam prosedur anggaran.

Download Jurnal

Wednesday, June 3, 2009

Strategi Keunggulan Bersaing melalui Pendekatan Diferensiasi Produk, Kualitas dan Citra

Strategi Keunggulan Bersaing
Keunggulan bersaing menurut Porter (1986) adalah kemampuan suatu perusahaan untuk meraih keuntungan ekonomis di atas laba yang mampu diraih oleh pesaing di pasar dalam industri yang sama. Perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif senantiasa memiliki kemampuan dalam memahami perubahan struktur pasar dan mampu memilih strategi pemasaran yang efektif. Studi yang dilakukan Porter selanjutnya menetapkan strategi generik yang diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu cost leadership, diferensiasi, dan focus. Pilihan tiap-tiap perusahaan terhadap strategi generik di atas
akan bergantung kepada analisis lingkungan usaha untuk menentukan peluang dan ancaman.
Menurut Tjiptono (2001), strategi pemasaran yang dapat dipilih oleh perusahaan yang menerapkan strategi produk diferensiasi agar senantiasa memiliki keunggulan bersaing di pasar dapat dilakukan dengan melakukan pilihan terhadap strategi berikut ini.
a. Diferensiasi Produk
Kreativitas yang tinggi dalam menciptakan keunikan produk yang lebih menarik, sejuk, aman, nyaman, menyenangkan, karyawan yang ramah, terampil, berwawasan, dan mampu mewujudkan dalam keseharian sehingga lebih diminati oleh konsumen dibandingkan dengan produk pesaing lainnya.
b. Diferensiasi Kualitas Pelayanan
Kreativitas yang tinggi mengharmonisasikan unsur-unsur marketing mix : product, place, price,
promotion, people, packaging, programming patnership sehingga kualitas jasa yang dirasakan oleh
konsumen melebihi harapan.
c. Diferensiasi Citra
Citra identik dengan atribut adalah sebuah karakteristik, yang khusus atau pembeda dari penampilan seseorang atau benda. Diferensiasi citra adalah bauran yang tepat dari elemen pencitraan, yang menciptakan citra sebuah merek. Proses pencitraan harus membangun, memaksimalkan, memanfaatkan, dan mengekploitasikan kekuatan dan kelemahan setiap elemen citra untuk memastikan bahwa merek itu memiliki prospek yang baik secara terus- menerus (Zyman, S, 2000 : 95).

Pendekatan Diferensiasi Produk terhadap Keunggulan Bersaing

Pemilihan produk di antara banyaknya tawaran yang ada di pasar selalu didasarkan pada adanya perbedaan, baik secara implicit maupun eksplisit. Literatur Psikologi merujuk kepada fakta bahwa perbedaan mencolok yang terkait dengan suatu produk akan merangsang daya ingat karena
perbedaan tersebut akan diapresiasikan secara intelektual (Trout, J, 1999 : 14). Perusahaan jasa perlu melakukan diferensiasi melalui inovasi yang bersifat pre-emptive dalam jangka panjang. Preemptive
di sini maksudnya adalah implementasi suatu strategi yang baru bagi suatu bisnis tertentu. Karena merupakan yang pertama, maka dapat menghasilkan keterampilan atau aset yang dapat merintangi, mencegah, atau menghalangi para pesaing untuk melakukan duplikasi atau membuat tandingannya (Macmillan dalam Aaker, 1992) dalam Tjiptono (2001 : 145--146).

Perusahaan jasa dapat mendeferensiasikan dirinya melalui citra di mata pelanggan, misalnya melalui simbolsimbol dan merek yang digunakan. Selain itu, perusahaan dapat melakukan diferensiasi produk dalam penyampaian jasa (service delivery) melalui tiga aspek yang juga dikenal sebagai 3P dalam
pemasaran jasa, yaitu:
1. orang (people)
2 lingkungan fisik (physical environment)
3. proses (process)
Keunggulan bersaing yang berkesinambungan adalah kemampuan suatu perusahaan untuk enciptakan suatu produk yang pada saat pesaing berusaha untuk menirunya akan selalu mengalami kegagalan secara signifikan. Pada saat perusahaan menerapkan strategi tersebut dan perusahaan pesaing tidak secara berkesinambungan menerapkannya serta perusahaan lain tidak mampu meniru keunggulan strategi tersebut maka perusahaan tersebut dikatakan memiliki keunggulan bersaing yang berkesinambungan (Hit, Ireland dan Hoskisson, 1996 : 5). Di samping factor keunikan produk, perusahaan yang memiliki keunggulan bersaing juga menerapkan strategi marketing mix yang
meliputi harga yang mampu bersaing, tempat atau lokasi strategis, dan promosi yang memadai.
Simpulan yang dapat ditarik dari konsep keunggulan bersaing melalui diferensiasi produk adalah bagaimana perusahaan dapat menciptakan produk unik yang memberikan tingkat keuntungan di
atas rata-rata yang mampu diraih oleh industri melalui kombinasi manusia, lingkungan, dan proses.

Pendekatan Diferensiasi Kualitas Pelayanan terhadap Keunggulan Bersaing
Menurut Tjiptono (2001), cara lain untuk melakukan diferensiasi adalah secara konsisten memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik daripada para pesaing. Hal ini dapat dicapai dengan memenuhi atau
bahkan melampaui kualitas jasa yang diharapkan para pelanggan. Kualitas jasa sendiri dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expexted service). Bila jasa yang dirasakan lebih kecil daripada yang diharapkan, maka para pelanggan menjadi tidak tertarik lagi pada penyedia jasa yang bersangkutan. Bila yang terjadi adalah sebaliknya (perceived >expexted), maka ada kemungkinan para pelanggan akan menggunakan penyedia jasa itu lagi.

Pendekatan Diferensiasi Citra terhadap Keunggulan Bersaing
Para pemasar yang tidak menciptakan hubungan antara penciptaan citra dan penjualan produk sering kali tidak melakukan pekerjaan yang baik. Menurut Sergio Zyman (2000), banyak perusahaan
yang sukses dalam menjual produk karena produk mereka memiliki citra jelas yang menentukan posisi mereka di titik yang secara potensial menarik dalam pilihan konsumen yang begitu banyak.Menurut Trout, J. (2000), kebanyakan perusahaan yang sukses adalah mereka-mereka yang “memiliki kata” yang menempati tempat spesial dalam benak konsumen. Berbagai konsep yang berkembang saat ini menyiratkan bahwa pentingnya citra sebagai sarana atau alat untuk meraih keunggulan bersaing di pasar. Begitu perusahaan telah secara jelas mendefinisikan citranya kepada pelanggan, maka langkah berikutnya adalah mengkomunikasikan citra tersebut agar elemen ini menjadi sumber keunggulan
bersaing yang Anda miliki dalam jangka panjang (Robert Grede, 2002 : 81). Melalui investasi pada proses pencitraan yang dilakukan secara terus-menerus, perusahaan akan menikmati tingkat pengembalian pasar dalam konsep pemasaran, yang lebih tinggi daripada yang dapat diraih oleh pesaing dalam industri yang sama.

Pengaruh Kepuasan Konsumen Terhadap Kesetian Merek (Studi Kasus Restoran The Prime Steak & Ribs Surabaya)

Oleh :
Hatane Samuel
Foedjiawati
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra Surabaya

ABSTRAK
Penelitian Pengaruh Kepuasan Konsumen terhadap Kesetiaan Merek pada Restoran the Prime Steak & Ribs, kepuasan konsumen diukur melalui Attributes related to the product, Attributes related to the service, Attributes related to the purchase, kesetiaan merek diukur melalui habitual behaviour, switching cost, satisfaction, liking of the brand, dan commitment. Hasil penelitian mengungkapakan bahwa kepuasan konsumen di The Prime Steak & Ribs mendapat penilaian yang cenderung baik, beberapa atribut masih mempunyai variasi penilaian yang tinggi, dan terdapat hubungan pengaruh
positip yang signifikan antara kepuasan konsumen dengan kesetiaan merek, dengan demikian hasil penelitian mendukung konsep teori tentang kesetiaan merek.
Kata kunci: kepuasan, kesetiaan merek.

ABSTRACT
This is a research which observes the relationship between customer satisfaction and their loyalty to The Prime Steak & Ribs Restaurant. The customer satisfaction is measured through some attributes such as, attributes related to the product, attributes related to the service, and attributes related to the purchase. Meanwhile, the loyalty of its brand is measured through habitual behaviour, switching cost, satisfaction, liking of the brand and commitment. The result of the research reveals that customer satisfaction levels to The Prime Steak & Ribs Restaurant tends to be good. Some attributes still have a variety of high grade, and there is a positive causal influence that is significant between the customer satisfaction and the loyalty of the brand. Thus, the result of the research is relevant and at the same time supports the theory of brand loyalty.
Keywords: satisfaction, brand loyalty.

PENDAHULUAN
Masyarakat modern ditandai dengan aktivitas kerja yang tinggi serta adanya kesempatan yang sama untuk dapat bekerja bagi setiap orang yang mempunyai kompetensi tanpa diskriminasi. Aktivitas tersebut berdampak pada semakin banyak wanita pekerja atau karir yang menghabiskan waktu di luar rumah, sehingga kesulitan dalam menjalankan aktivitas sebagai ibu rumah tangga termasuk menyediakan makanan bagi keluarga.

Kelompok keluarga dengan ekonomi cukup, cenderung memilih makan di luar rumah dengan memilih tempat restoran atau cafe, selain cita rasanya lebih enak juga banyak sekali aneka menu yang ditawarkan, serta suasana yang menyenangkan. Surabaya sebagai kota metropolitan memiliki fasilitas untuk kondisi seperti yang disebutkan di atas. Bisnis makanan di Surabaya masih memberikan peluang bagi para pengusaha restoran.
The Prime Steak & Ribs salah satu badan usaha restoran membuka usahanya pada 11 November 2002 berlokasi di Jl. Manyar Kertoarjo 66, Surabaya. Awalnya restoran ini dibuka khusus untuk pelayanan undangan khusus (Soft Opening), akan tetapi dalam kurun waktu yang tidak lama kemudian (16 Desember 2003), dibuka untuk umum (Grand Opening). Restoran ini memiliki banyak pesaing lainnya, seperti:
Boncafe, Calvados, Prosteak yang sudah ada sebelumnya. Restoran ini mencoba masuk pada persaingan yang sudah ketat dengan merebut pangsa pasar yang sama dengan restoran lainnya di Surabaya. Berdasarkan hasil survey awal, ada fenomena bahwa konsumen restoran ini makin hari makin bertambah, dan terlihat ada kesetiaan dari pelanggannya dilihat dari frekuensi kunjungan mereka. Hal ini membuat peneliti ingin menganalisis tingkat kesetiaan pelanggan restoran ini berdasarkan tingkat kepuasan mereka. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan manajemen mengevaluasi keberhasilan dalam mengelolah restoran menghadapi pesaing yang makin ketat dan agresif.

Download jurnal

Monday, June 1, 2009

KAJIAN TERHADAP KONSEP BUDAYA ORGANISASI

BUDAYA ORGANISASI

PENGANTAR
Budaya Organisasi merupakan bagian dari MSDM dan Teori Organisasi. MSDM Budaya Organisasi dilihat diri aspek prilaku, sedangkan Teori organisasi dilihat dari aspek sekelompok individu yang berkerjasama untk mencapai tujuan, atau organisasi sebagai wadah tempat individu bekerjasama secara rasional dan sistematis untuk mencapai tujuan.
Dalam pekembangannya, pertama kali BO dikenal di Amerika dan Eropa pada era 1970-an. Salah satu tokohnya : Edward H. Shein seorang Profesor Manajemen dari Sloan School of Management, Massachusetts Institute of Technology dan juga seorang Ketua kelompok Studi Organisasi 1972-1981, serta Konsultan BO pada berbagai perusahaan di Amerika dan Eropa. Salah satu karya ilmiahnya : Organizational Culture and Leadership.
Di Indonesia BO mulai dikenal pada tahun 80 - 90-an, saat banyak dibicarakan tentang konflik budaya, bagaimana mempertahankan Budaya Indonesia serta pembudayaan nilai-nilai baru.
Bersamaan dengan itu para akademisi mulai mengkajinya dan memasukkannya ke dalam kurikulum berbagai pendidikan formal dan infomal. Salah satu pakar yang cukup gigih mengembangkan Budaya Organisasi adalah Prof Dr. Taliziduhu Ndraha, seorang pakar Ilmu Pemerintahan.

Pengertian Budaya Organisasi
Budaya
Kroeber dan Kluchon tahun 1952 menemukan 164 definisi Budaya. Akan tetapi pengertian yang penulis kemukakan di sini hanya yang terkait dengan Budaya Organisasi

Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Budaya Organisasi mengemukakan pendapat Edward Burnett dan Vijay Sathe, sebagai berikut :
- Edward Burnett
Culture or civilization, take in its wide technografhic sense, is that complex whole which includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by men as a member of society.
Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan/percaya, seni, moral, hukum, adapt istiadat, dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggoa masyarakat.

- Vijay Sathe
Culture is the set of important assumption (opten unstated) that members of a community share in common.
Budaya adalah seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama anggota masyarakat.
Edgar H. Schein :
Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi ekstrenal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait degan masalah-masalah tersebut.

UNSUR-UNSUR BUDAYA :
1. Ilmu Pengetahuan
2. Kepercayaan
3. Seni
4. Moral
5. Hukum
6. Adat-istiadat
7. Perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat
8. Asumsi dasar
9. Sistem Nilai
10. Pembelajaran/Pewarisan
11. Masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal

Beberapa pemikir dan penulis telah mengadopsi tiga sudut pandang berkaitan dengan budaya, sebagai mana dikemukakan Graves, 1986, sebagai berikut :
1. Budaya merupakan produk konteks pasar di tempat organisasi beroperasi, peraturan yang menekan, dsb.
2. Budaya merupakan produk struktur dan fungsi yang ada dalam organisasi, misalnya organisasi yang tersentralisasi berbeda dengan organisasi yang terdesentralisasi.
3. Budaya merupakan produk sikap orang orang dalam pekerjaan mereka, hal ini berarti produk perjanjian psikologis antara individu dengan organisasi.

ORGANISASI
J.R. Schermerhorn
Organization is a collection of people working together in a division of labor to achieve a common purpose.
Organisasi adalah kumpulan orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Philiph Selznick
Organisasi adalah pengaturan personil guna memudahkan pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan melalui alokasi fungsi dan tanggung jawab.
UNSUR-UNSUR ORGANISASI
1. Kumpulan orang
2. Kerjasama
3. Tujuan bersama
4. Sistem Koordinasi
5. Pembagian tugas adntanggung jawab
6. Sumber Daya Organisasi.

BUDAYA ORGANISASI
Peter F. Drucker
Budaya Organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah ekternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait sepeti di atas.

Phithi Sithi Amnuai
Budaya Organisasi adalah seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota-angota organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah-masalah integrasi internal.

Edgar H. Schein
Budaya Organisasi mengacu ke suatu system makna bersama, dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu terhadap organisasi lain.

Daniel R. Denison
Budaya Organisasi adalah nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar yang merupakan landasan bagi system dan praktek-praktek manajemen serta perilaku yang meningkatkan dan menguatkan perinsip-perinsip tersebut.

Robbins,
Budaya Organisasi dimaknai sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan dan nasabah. Lebih lanjut Robbins (2001) menyatakan bahwa sebuah sistem makna bersama dibentuk oleh para warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi. Dalam hal ini Robbins memberikan 7 karakteristik budaya organisasi sebagai berikut :
1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko
2. Perhatian terhadap detail
3. Berorientasi pada hasil
4. Berorientasi kepada manusia
5. Berorientasi pada tim
6. Agresivitas
7. Stabilitas
Ahob dkk (1991) mengemukakan 7 dimensi budaya organisasi, sebagai berikut :
1. Konformitas
2. Tanggungjawab
3. Penghargaan
4. Kejelasan
5. Kehangatan
6. Kepemimpinan
7. Bakuan mutu
Berdasarkan berbagai uaraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
Budaya Organisasi merupakan sistem nilai yang diyakini dan dapat dipelajari, dapat diterapkan dan dikembangkan secara terus menerus.
Budaya Organisasi juga berfungsi sebagai perkat, pemersatu, identitas, citra, brand, pemacu-pemicu (motivator ), pengengmbangan yang berbeda dengan organisasi lain yang dapat dipelajaridan diwariskan kepada generasi berikutnya, dan dapat dijadikan acuan prilaku manusia dalam organisasi yang berorientasi pada pencapaian tujuan atau hasil/target yang ditetapkan.

Unsur-unsur Budaya Organisasi
1. Asumsi dasar
2. Seperangkat nilai dan Keyakinan yang dianut
3. Pemimpin
4. Pedoman mengatasi masalah
5. Berbagai nilai
6. Pewarisan
7. Acuan prilaku
8. Citra dan Brand yang khas
9. Adaptasi

Unsur Budaya Menurut Susanto :
1. Lingkungan Usaha
2. Nilai-nilai
3. Kepahlawanan
4. Upacara/tata cara
5. Jaringan Cultural

LEVEL Budaya Organisasi
1. Artifact ( Physical Characteristics; Behavior; Public Dcocuments ).
2. Espoused Value ( Strategies; Goals; Philosophies).
3. Basic Underlying Assumptions ( Biliefs; Percption; Feeling; Aspects of behavior; Internal & external relationships )

Level Budaya Organisasi yg lain :
1. Assumsi dasar
2. Value
3. Norma Prilaku
4. Perilaku
5. Artefact

BUDAYA ORGANISASI disebut juga BUDAYA PERUSAHAAN :
Budaya perusahaan sering juga disebut budaya kerja, karena tidak bisa dipisahkan dengan kinerja (performance) Sumber Daya Manusia (SDM); makin kuat budaya perusahaan, makin kuat pula dorongan untuk berprestasi.

Budaya perusahaan (corporate culture) memang sulit didefinisikan secara tegas dan sulit diukur, namun bisa dirasakan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam perusahaan tersebut. Suatu perusahaan yang mempunyai budaya perusahaan yang kuat bahkan dapat terlihat atau teramati oleh peninjau dari luar perusahaan, yang mengamati. Pengamat tersebut akan merasakan suasana yang khas dan lain dari pada yang lain, di dalam perusahaan tersebut, bila dibandingkan dengan perusahaan lainnya.

Oleh karena suatu organisasi terbentuk dari kumpulan individu yang berbeda baik sifat, karakter, keahlian, pendidikan, dan latar belakang pengalaman dalam hidupnya, perlu ada pengakuan pandangan yang akan berguna untuk pencapaian misi dan tujuan organisasi tersebut, agar tidak berjalan sendiri-sendiri.

Penyatuan pandangan dari Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam perusahaan ini diperlukan dalam bentuk ketegasan dari perusahaan, yang dituangkan dalam bentuk budaya kerja yang akan mencerminkan spesifikasi dan karakter perusahaan tersebut. Budaya kerja ini akan menjadi milik dan pedoman bagi seluruh lapisan individu yang ada di dalam perusahaan/organisasi tersebut dalam menjalankan tugasnya. Budaya kerja inilah yang sering kita dengar sekarang dengan istilah Corporate Culture.

PENGERTIAN BUDAYA PERUSAHAAN
Walaupun sulit didefinisikan secara tegas, untuk data memahami apa yang dimaksudkandengan budaya perusahaan ada beberapa batasan atau pernyataan yang dapat membantu penyamaan persepsi, atau setidaknya pemahaman mengenai budaya perusahaan.

Schein,E.H. mencoba memberikan beberapa pengertian umum mengenai budaya perusahaan:

1. Observed behavioral regularities when people interact. (Keteraturan-keteraturan perilakuyang teramati apabila orang berinteraksi.)
2. The norms that evolve in workin group?. (Norma-norma yang berkembang dalam kelompok kerja.)
3. The dominant values espoused by an organization. (Nilai-nilai yang dominan yang didukungoleh suatu organisasi.)
4. The philosophy directing the organization policy. (Filosofi yang mengarahkan kebijaksanaan organisasi.)
5. The rule of the game for getting along inthe organization. (Aturan permainan yang harus ditaatiuntuk dapat diterima sebagai anggota di dalam organisasi.)
6. The feeling or climate in an organization?. (Perasaan atau iklim dalam suatu organisasi.)

Jadi pada dasarnya Corporate Culture? atau budaya perusahaan mempunyai pengertian sebagai aturan main yang ada di dalam perusahaan yang akan menjadi pegangan dari Sumber Daya Manusia (SDM)-nya dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berprilaku di dalam organisasi tersebut.

Dapat juga dikatakan, budaya perusahaan adalah pola terpadu perilaku manusia di dalam organisasi/perusahaan termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan-tindakan, pemicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya.


TERBENTUKNYA BUDAYA PERUSAHAAN
Budaya perusahaan yang terbntuk banyak ditentukan oleh beberapa unsure, yaitu:
1. Lingkungan usaha; lingkungan di mana perusahaan itu beroperasi akan menentukan apa yang harus dikerjakan oleh perusahaan tersebut untuk menvapai keberhasilan.
2. Nilai-nilai (values); merupakan konsep dasar dan keyakinan dari suatu organisasi.
3. Panutan/keteladanan; orang-orang yang menjadi panutan atau teladan karyawan lainnya karena keberhasilannya.
4. Upacara-upacara (rites and ritual); acara-acara rutin yang diselenggarakan oleh perusahaan dalam rangka memberikan penghargaan pada karyawannya.
5. Network; jaringan komunikasi informal di dalam perusahaan yang dapat menjadi sarana penyebaran nilai-nilai dari budaya perusahaan.

Dalam proses pengembangannya, budaya perusahaan dipengaruhi oleh factor-faktor:kebijakan perusahaan (Corporate Wisdom), gaya perusahaan (Corporate Style), dan jati diri perusahaan (Corporate Identity).

Kebijakan perusahaan (Corporate Wisdom) ditunjang oleh Filosofi Perusahaan (serangkaian nilai-nilai yang menjelaskan bagaimana perusahaan dengan pelanggan, produk atau pelayanannya, bagaimana karyawan berhubungan satu sama lain, sikap, perilaku, gaya pakaian, dan lain-lain serta apa yang bias mempengaruhi semangat), keterampilan yang dimiliki dan pengetahuan yang terakumulasi dalam perusahaan.

Jati diri perusahaan (Corporate Identity) ditunjang oleh Citra perusahaan , Kredo (semboyan) perusahaan, dan proyeksi perusahaan atau apa yang ditonjolkan perusahaan.

Gaya perusahaan (Corporate style) ditunjang oleh profil karyawan, pengembagan SDM dan masyarakat perusahaan (Corporate community) atau bagaimana penampilan perusahaan tersebut di lingkungan perusahaan lainnya.

Budaya Perusahaan perlu difahami lebih baik karena :
1. Budaya Perusahaan terlihat secara nyata dan dapat dirasakan sehingga dapat menjadi kebanggaan (pride).
2. Kinerja individu dan perusahaan serta what business are we in tidak mungkin dapat difahami dengan baik tanpa memperhatikan BP. Hal inibanyak kaitannya dengan pengembagan karier.

Menurut Harris dan Moran dalam bukunya Managing Cultural Differences (1991) baru sejak decade yang lalau ( akhir 70-an atau awal 80-an) para eksekutif dan cendikiawan benar-benar memperhatikan factor Budaya Perusahaan/Budaya Organisasi yang ternyata berpengaruh terhadap prolaku, moral atau semangat kerja dan produktivitas kerja.

Pada saat ini manajemen menjadi lebih memahami bawa komponen-komponen budaya seperti adapt istiadat, tradisi, peraturan, aturan-aturan, kebijaksanaan dan prosedur bias membuat pekerjaan menjadi lebih menyenangkan , sehingga bias meningkatkan produktivitas, memnuhi kebutuhan pelanggan dan meningkatkan daya saing perusahaan.
Budaya Perusahaan memerikan kepada karyawan kenyamanan, keamanan, kebersamaan, rasa tanggung jawab, iut memiliki, mereka tahu bagaimana berprilaku, apa yang harus mereka kerjakan, dll.

Dengan Budaya Perusahaan pegawai menjadi lebih menyenagkan, maka perluada upaya serius dari seluruh SDM perusahaan ( Stake holders ) untuk memlihara keberadaannya.

Untuk itu diperlukan komitmet dari seluruh pegawai, mulai dari top, middle sampai lower atau perasioal merupakan persyaratan mutlak untuk tetap terpeliharanya BP. Komitme tidak sekedar keterkaiatan secara fisik, tapi juga secara mental.

Komitmen = Confidence + Motivation

Confidence : a measure of s person?s self assuredness ( ukuran keyakinan diri seseoramg ) atau feeling 0f being able to do a task well without much supervision ( rasa mampu melakukan sesuatu tugas dengan baik tanpa banyak diawasi).

Motivation : a person?s interest in and anthusiasm of doing a task well ( minat dan atusas seseorang untuk melakukan sesuatu tugas dengan baik ).

Selain Komitmen, juga diperlukan suasana kerka atau iklim erja yang kondusif. Dalam hal ini De Bettignies, H.CI dari INSEAD, suatu sekolah bisnis di Perancis mengemukakan 9 parameter Iklim Kerja yang Kondusif :
1. Konformity ( Kepatuhan)
2. Reactance (Reaksi atau respon)
3. Responsibility (Tanggung jawab)
4. Risk Taking (Pengambilan Resiko)
5. Standards ( Standar atau Baku )
6. Rewards (Upah/ganjaran)
7. Clarity ( kejelasan)
8. Team Spirit (Semangat Tim)
9. Warmth (Kehangatan atau keakraban)

Perusahaan bukan lagi hanya tempat berkarya mencari nafkah, tetapi lebih dari itu, diyakini sebagai tempat dimana individu merasa memperoleh nilai tambah dan dapat mengembagkan diri.

Agar pegawai tetap mejadi mebih menyenangkan, maka BP harus bersifat dinamis, artinya BP harus terbuka, adaptif dan siap berbah sesuai yang terjadi dilingkungan intern maupun ekstern perusahaan.

JENIS-JENIS Budaya Organisasi
1. Berdasarkan Proses Informasi
a. Budaya Rasional
b. Budaya Idiologis
c. Budaya Konsensus
d. Budaya Hierarkis
2. Berdasarkan Tujuannya
a. Budaya Organisasi Perusahaan
b. Budaya Organisasi Publik
c. Budaya Organisasi Sosial

FUNGSI DAN DINAMIKA BUDAYA ORGANISASI
Fungsi Budaya Organisasi
1. Perasaan Identitas dan Menambah Komitmen Organisasi
2. Alat Pengorganisasian Anggota
3. Menguatkan Nilai-Nilai dalam Organisasi
4. Mekanisme Kontrol Prilaku ( Nelson dan Quick,1997)

TIPE BUDAYA ORGANISASI
1. Budaya Birokrasi
2. Budaya Inovatif
3. Budaya Suporatif

Sementara itu Robbins, 2001 mengemukakan Fungsi BUDAYA ORGANISASI, sebagai berikut :
1. Pembeda antara satu organisasi dengan organisasi laiannya
2. Membangun rasa identitas bagi anggota organisasi
3. Mempermudah tumbuhnya komitmen
4. Meningkatkan kemantapan system social, sebagai perekat social, menuju integrasi organisasi.

Karakteristik Budaya Organisasi
1. Inisiatif Individual
2. Toleransi terhadap tindakan beresiko
3. Pengarahan
4. Integrasi
5. Dukungan manajemen
6. Kontrol
7. Identitas
8. Sistem Imbalan
9. Toleransi terhadap konflik
10. Pola komunikasi

Pembentukan Budaya Organisasi
Deal & Knnedi, mengemukakan lima unsure pembentukan BO :
1. Ligkungan Usaha
2. Nialai-nilai
3. Pahlawan
4. Ritual
5. Jaringan budaya

Proses Pembentukan Budaya Organisasi
Proses pembentukan Budaya Organisasi dapat di analisis dari tiga teori sebagai berikut :
1. Teori Sociodynamic
2. Teori Kepemimpinan
3. Teori pembelajaran

Menururt Kotter dan Haskett proses pembentukan BUDAYA ORGANISASI, sebagai berikut :
1. Manager Puncak
2. Perilaku Organisasi
3. Hasil
4. Budaya

Berdasarkan pendapat tersebut, penulis dapat menyimpulkan proses pemebentukan BO, sbb. :
1. Dari Atas ( Memilik dan manajemen )
2. Dari Bawah ( masyarakat atau karyawan )
3. Kompromi dari atas dan dari bawah.

Mempertahankan Budaya Organisasi
a. Praktek Seleksi
b. Manajemen Puncak
c. Sosialisasi dan Internalisasi

ASUMSI DASAR Budaya Organisasi
1. Artifak dan Kreasi ( semua fenomena/gejala ).
2. Nilai-nilai ( filosofi, Visi dan misi, tujuan, larangan-larangan, standar.
3. Asumsi dasar ( hubungan dengan lingkungan, hakikat, waktu dan ruang, sifat manusia, aktivitas mansia dll)
4. Simbol atau lambang-lambang
5. Perspektif ( Norma sosial dan peraturan baik tertulis/tidaktertulis yang mengatur prilaku anggota dalam situasi tertentu ).

LEBIH JAUH MEMAHAMI BUDAYA ORGANISASI
Organisasi sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin danterkendali, dalam memanfaatkan sumber daya organisasi ( uang, material, mesin, metode, lingkungan, sarana-parasarana, data, dll ) secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kerjasama dimaksud adalah kerjasama yang terarah pada pencapaian tujuan. Kerjasama yang terarah tersebut dilakukan dengan mengikuti pola interaksi antar setiap individu atau kelompok. Pola interaksi tersebut diselaraskan dengan berbagai aturan, norma, keyakinan, nilai-nilai tertentu sebagaimana ditetapkan oleh para pendiri organisasi itu. Keseluruhan pola interaksi tersebut dalam waktu tertentu akan membentuk suatu kebiasaan bersama atau membentuk budaya organisasi.
Menurut pendapat Tika ( 2006 : 1 ) Budaya Organisasi merupakan bagian dari kuriukulum Manajemen Sumber Daya manusia dan Teori Organisasi. Budaya organisasi dalam MSDM, ditemukan saat mengkaji aspek prilaku, sedangkan Budaya Organisasi dalam Teori organisasi, ditemukan saat mengkaji aspek sekelompok individu yang berkerjasama untuk mencapai tujuan, atau organisasi sebagai wadah tempat individu bekerjasama secara rasional dan sistematis untuk mencapai tujuan.
Dalam pekembangannya, pertama kali Budaya Organisasi dikenal di Amerika dan Eropa pada era 1970-an. Salah satu tokohnya : Edward H. Shein seorang Profesor Manajemen dari Sloan School of Management, Massachusetts Institute of Technology dan juga seorang Ketua kelompok Studi Organisasi 1972-1981, serta Konsultan Budaya Organisasi pada berbagai organisasi di Amerika dan Eropa. Salah satu karya ilmiahnya : Organizational Culture and Leadership.
Di Indonesia Budaya Organisasi menurut Ndraha ( 1997 : 3) mengemukakan bahwa sejak tahun 80-an saat sektor swasta berkesempatan mengembangkan usaha di bidang non-migas, kebutuhan akan pembudayaan nilai-nilai baru tentang kewirausahaan dan amanejemen. Alvin dan Heide Toffler menyebutnya ?wave?. Kemudian pada tahun 90-an banyak dibicarakan tentang kebutuhan niali-nilai baru, konflik budaya, dan bagaimana mempertahankan Budaya Indonesia serta pembudayaan nilai-nilai baru.Bersamaan dengan itu para akademisi mulai mengkajinya dan memasukkannya ke dalam kurikulum berbagai pendidikan formal dan infomal. Salah satu pakar yang cukup gigih mengembangkan Budaya Organisasi adalah Taliziduhu Ndraha, seorang pakar Ilmu Pemerintahan.

Introduction to Financial Markets - Terminology

HEDGING - take a financial position in order to reduce risk. Start with a risky position of some type and take an equal, opposite position in a market in order to offset (reduce) your existing risk Example: you have an unrealized capital gain in the stock market and to hedge against an unexpected downturn in the market you establish an offsetting short hedge in the options market.

SPECULATION
- take a risky position in order to profit from short-term price movements. Start with no position and no exposure to risk then take on an additional risky position in an attempt to earn speculative profits over the short term. Example: you have no existing business activities in the frozen orange juice industry but you believe the recent cold weather in Florida will hurt the citrus crop and frozen orange juice concentrate prices will rise so you buy orange juice futures i order to profit on the expected price rise.

INVESTMENT - take a position that will provide an appropriate return for a given level of risk exposure. Invest your money in an investment vehicle that will provide an appropriate risk adjusted return over the medium or long term. Example: open an account in a diversified stock mutual fund and make periodic contributions to the fund while planning on using the fund proceeds when you retire.

REAL ASSETS - tangible, physical assets. Real assets either have an intrinsic value or are physical assets that can be used to create wealth. Examples: factories, tractors, gold, research laboratory.

FINANCIAL ASSETS - intangible, paper or electronic claims to wealth or other assets. Financial assets are either paper assets such as stock certificates or bond certificates or electronic claims on future cash flows or real assets.

BROKERS - act as intermediary, bring buyers and sellers together, earn commissions.

DEALERS - maintain an inventory of assets and fill buy/sell orders.
BROKER/DEALERS - function in both capacities maintaining an inventory in some assets and brokering others.

MONEY MARKETS - markets for short term debt instruments where original maturity is equal to or less than 1 year. Examples: commercial paper, negotiable CDs, Fed Funds, T-Bills.

CAPITAL MARKETS - markets for medium and long-term debt equities. Examples: notes, bonds, common stock and preferred stock.


FORMAL MARKETS - markets with a centralized physical location. Examples include stock markets like the New York Stock Exchange (NYSE) and American Exchange (AMEX) and the Futures/Options markets like the Chicago Board of Trade (CBOT) and Kansas City Board of Trade (KCBT).

INFORMAL MARKETS - computer and telecommunications based markets with no centralized physical location. Examples include National Association of Securities Dealers Automated Quotation (NASDAQ) System, the Institutional Network (InstiNet), and the foreign exchange market (FOREX).

FOREX MARKETS - informal market for buying and selling foreign exchange for spot and forward delivery.

SPOT MARKE
T - generic term for any market for immediate delivery of the asset being bought and sold. Delivery and settlement in 1-2 business days. Example: spot FOREX market, spot commodities market, spot heating oil market.

DERIVATIVES MARKETS - markets where derivatives such as options and futures contracts or Swaps are traded. The largest formal derivatives markets often trade both futures and options contracts. The Swaps market is an informal market where swap counter parties arrange swap contracts through telecommunications linkages.

FUTURES MARKET - a market where standardized futures contracts are traded. Examples of formal markets are the Chicago Board of Trade (CBOT) and Chicago Mercantile Exchange (CME or the Merc). The CME is establishing an informal, global market called GLOBEX.

FORWARD MARKET - generic term for any market involving delivery of an asset at some time in the future. Typical forward delivery takes place in 30, 60, or 90 days but other arrangements are available.

OPTIONS MARKET - a market where standardized options contracts are traded. Examples of formal markets are the Chicago Board of Trade (CBOT) and Chicago Mercantile Exchange (CME or the Merc).

PRIMARY MARKET
- market where securities (and other assets) are sold for the first time. Examples: initial public offering (IPO) market, follow-on issue markets, new issue bonds. New issues transfer funds from investors to the issuers of the securities.

SECONDARY MARKET
- market where securities can be bought/sold after original issue. Examples: New York Stock Exchange (NYSE) trades listed stocks and bonds in a formal market and the Institutional Network (InstiNet) trades large blocks of shares in the informal market. Security sales in the secondary market transfer securities and funds between investors; no additional funds are transferred to the original issuer of the securities.

Understanding the FOREX Market

What are currency rates and why do they exist

When an American owned Toyota dealership in the United States buys cars from the manufacturer – Toyota, Japan the price is in Japanese Yen. The American dealership checks the current exchange rate of U.S. dollars for Japanese Yen and figures out how many U.S. dollars each car will cost. If the dealer chooses to do so he can call a Bank and enter into a foreign exchange contract. The Bank will give him the Japanese Yen he needs to buy the cars and in exchange the dealer will give the Bank the U.S. dollars. The number of Yen the dealer receives for those U.S. dollars is the exchange rate. For example, if the dealer received 112,000,000 yen for $1,000,000; the exchange rate would be 112.00 (112,000,000 Yen/ $1,000,000).

To do this identical transaction on the FXCM platform, the dealer would wait until the quoted price was 112 00-04. The dealer would sell 100 lots at 112.00; thereby selling U.S. dollars and buying Japanese Yen. We refer to this as selling USDJPY.

Without a reference exchange rate that the dealer could rely on and be able to transact at, he could not do business with Toyota, Japan. Foreign exchange rates therefore exist to facilitate trade between different countries that use different monies.

History and evolution of foreign exchange rates


From 1944 to 1971 the world operated under a system of fixed exchange rates. The U.S. dollar was convertible into gold at a set rate and all the countries fixed their currencies to the U.S. dollar at a set rate. There was no need for a foreign exchange market.
On August 15, 1971 all that changed. President Nixon announced that the U.S. dollar could no longer be cashed in for gold. In 1973 the U.S. formally announced the permanent floating of the U.S. dollar thereby officially ending the system of fixed exchange rates.

Exchanges rates between different countries began to fluctuate widely; creating the need for a foreign exchange market where exporters and importers could lock in rates; clearly a prerequisite for doing business. Simply put, an American Hondo dealer is quoted a price per car in Japanese Yen from Honda, Japan. If the dealer could call a Bank and get a current dealable price for USDJPY, then the dealer would know for sure how much those cars were costing him and whether or not he could sell them profitably in his dealership.

And this is exactly what began happening. U.S. importers bought their Yen when they signed a contract to buy Hondos; then they left the Yen in the Bank earning interest until contract payment date. It didn’t take long for the Banks to figure out they could provide value added service by quoting the importer a price for the contract date. The Bank did this by simply starting with the current rate and adjusting the current rate to account for the net interest earned or paid from trade date to contract date. This became known as the forward rate.

History and evolution of the foreign exchange market


Because there was no central marketplace for transacting foreign exchange in the early 1970s, exporters and importers could not accurately track daily movements in the currencies. In fact, they had no prior experience with floating exchange rates and therefore no in-house expertise. They were at the mercy of the moneychangers, the Banks. Overnight foreign exchange became a huge source of bottom revenue to the banking industry.

To offset the risks of holding currency positions taken as a result of customer transactions, the major banks entered into informal reciprocal agreements to quote each other throughout the day on preset amounts. It was understood that a certain maximum spread would be upheld, except under extreme conditions. It was further agreed that the rate would be supplied in a reasonable amount of time. Generally this meant the FX dealer made the price within seconds, and therefore without calling another bank for a second opinion. This was called direct dealing and all the major banks participated.

In the beginning, banks were quoting customers one-way prices. The customer would say where could I sell $10M USDJPY and the bank set a rate. The bank left itself plenty of room for error, oftentimes quoting as much as 50 points below the current market. This was a bonanza for the banks. However, a lot of money was lost when other banks called for a rate.

Description and evolution of the FX brokers

The first foreign exchange brokers came on the scene in the mid 1970s to satisfy the demand for continuous price quotes in the major currencies from the thousands of medium and small banks with significant customer foreign exchange business to offset. These banks were unwilling to be in the direct market because providing competitive rates to the large banks was costing them more money then they were making from their customers.

Initially the foreign exchange brokers installed direct lines to all the banks willing to participate. Generally a major bank made a rate and the brokers showed the rate to all the banks at about the same time. The first bank to deal on the rate completed a transaction. The others waited for the next rate. Any bank could make a rate; show a bid or an offer. Soon the brokers became quite efficient at putting together a continuous two-way price.

Reuters introduced a web based dealing system for banks 1992, followed by a similar web based system introduced by EBS (Electronic Brokerage System) for banks in 1993; although it took some time, by 1996 it was clear the voice broker was being replaced by the electronic broker.

Around the same time web based dealing systems that corporations could use in lieu of calling banks on the phone began to appear. Followed by the first web based dealing systems for individuals. Today there are hundreds of online FX brokers fighting for the business of the small trader or investor. Some are good; some are not (more on this later).

The movers and the shakers in the FX market

It is widely understood that day traders in the aggregate do not move the currency market much. They buy and sell and at the end of the day they have no net long or short position. Therefore they have not changed the demand/supply equilibrium and accordingly have not in the aggregate had a lasting effect on the price of a currency.

What moves the currency market is the other time frame; central banks, hedge funds, financial institutions, and corporations. These guys buy or sell huge amounts and their time frame is generally weeks to months, possibly years. Their transactions unbalance the market, requiring price adjustment to rebalance demand and supply.

Furthermore, changing fundamentals or longer-term technicals generally triggers the actions of the other time frame. Their affect on the price is therefore two-fold; in addition to causing a demand/supply imbalance, their actions generally reflect a price change that may have needed to occur even if they did not get the ball rolling through large transactions.

Evidence that this is so can be found in the unusually large price moves that often occur after significant scheduled economic news releases. Oftentimes the move is much greater than what would appear necessary given the deviation of the expected versus actual number (more on this later).

Introduction to Forex - Concepts and Terminologies

Here are some important concepts/terminologies of Forex.

a) Spot rate
A spot transaction is a straightforward (or outright) exchange of one currency for another. The spot rate is the current market price or 'cash' rate. Spot transactions do not require immediate settlement, or payment 'on the spot'. By convention, the settlement date, or value date, is the second business day after the deal date on which the transaction is made by the two parties.

b) Bid & ask

In the foreign exchange market (and essentially in all markets) there is a buying and selling price. It is important to perceive these prices as a reflection of market condition.
A market maker is expected to quote simultaneously for his customers both a price at which he is willing to buy (the bid) and a price at which he is willing to sell (the ask) standard amounts of any currency for which he is making a market.
Generally speaking the difference between the bid and ask rates reflect the level of liquidity in a certain instrument. On a normal trading day, the major currency pairs EURUSD, USDJPY, USDCHF and GBPUSD are traded by a multitude of market participant every few seconds. High liquidity means that there is always a seller for your buy and a buyer for your sell at actual prices.

c) Base currency and counter currency
Every foreign exchange transaction involves two currencies. It is important to keep straight which is the base currency and which is the counter currency. The counter currency is the numerator and the base currency is the denominator. When the counter currency increases, the base currency strengthens and becomes more expensive. When the counter currency decreases, the base currency weakens and becomes cheaper. In telephone trading communications, the base currency is always stated first. For example, a quotation for USDJPY means the US dollar is the base and the yen is the counter currency. In the case of GBPUSD (usually called 'cable') the British pound is the base and the US dollar is the counter currency.


d) Quotes in terms of base currency
Traders always think in terms of how much it costs to buy or sell the base currency. When a quote of 1.1750 / 53 is given that means that a trader can buy EUR against USD at 1.1753. If he is buying EURUSD for 1'000'000 at that rate he would have USD 1,175,300 in exchange for his million Euro. Of course traders are not actually interested in exchanging large amounts of different currency, their main focus is to buy at a low rate and sell at higher one.

e) Basis points or 'pips'
For most currencies, bid and offer quotes are carried down to the fourth decimal place. That represents one-hundredth of one percent, or 1/10,000th of the counter currency unit, usually called a 'pip'. However, for a few currency units that are relatively small in absolute value, such as the Japanese yen, quotes may be carried down to two decimal places and a 'pip' is 1/100th of the terms currency unit. In foreign exchange, a 'pip' is the smallest amount by which a price may fluctuate in that market.

f) Euro cross & cross rates
Euro cross rates are currency pairs that involve the Euro currency versus another currency. Examples of Euro crosses are EURJPY, EURCHF and GBPEUR. Currency pairs that involve neither the Euro nor the US dollar are called cross rates. Examples of cross rates are GBPJPY and CHFJPY. Of course hundreds of cross rates exist involving exotic currency pairs but they are often plagued by low liquidity. Ever since the Euro the number of liquid cross rates have decreased and have been replaced (to a certain extent) by Euro crosses.
 

Jurnal Sdm Olif Sponsored by liza Caem