Astrid S. Susanto (dalam Marbun, 1980 : 70-72), menyatakan dalam kehidupan organisasi di Indonesia, instansi masih dilihat sebagai lanjutan kehidupan solidaritas organisasinya, sehingga terbentuklah suasana organisasi (organization climate) dan budaya organisasi (organization culture) khas Indonesia yang sedikit banyak masih ditandai oleh sifat budaya tradisional seperti solider organik, hierarkis, rukun dan musyawarah. Hal ini bisa dilihat pada suasana santai, akrab dan suasana seperti di rumah, yang dibawa ke tempat kerja. Kebiasaan ngobrol (istilah jaman sekarangnya disebut ngerumpi) dan bekerja yang santai waktu jam kerja menunjukkan adanya nilai keakraban sosial yang masih dianggap lebih penting daripada sikap lugas (zakelijk) waktu kerja. Bila memungkinkan, semua suka-duka (terutama duka) kehidupan pribadi diharapkan akan dapat dipecahkan oleh atasan.
Namun demikian, menurut Danandjaja (1986 : 85) gambaran seperti itu tidak lagi merupakan gambaran yang lengkap. Wong cilik termasuk karyawan pada level bawah, sudah mulai merasuk dalam tata nilai manusia Indonesia. Dampaknya tidak hanya para profesional dan manajer muda yang tumbuh pragmatis dan akusentris, akan tetapi telah tumbuh pula “manajer yang autokratik dan berpikir jangka pendek”.
Danandjaja dalam penelitiannya menemukan bahwa manajer Indonesia lebih mementingkan keuntungan jangka pendek; walaupun mengerti manfaatnya, tidak menganggap realistik investasi jangka panjang; meskipun berakibat di bebas tugaskannya sekelompok karyawan, cenderung menjual saja salah satu pabrik lama, demi pengadaan dana untuk membangun pabrik bari; membatasi penyediaan dana untuk program latihan hanya pada mereka yang memang masih dapat dikembangkan lebih lanjut; dan hanya mau mengeluarkan dana terbatas, nila perlu sekecil mungkin untuk fasilitas di tempat kerja seperti kafetaria dan kamar kecil. Manajer seperti tersebut di atas, kata Danandjaja (1986 : 104) lebih suka pada suasana yang menyenangkan, lebih suka orang yang sangat populer tapi kurang kreatif daripada yang kreatif tetapi kurang populer, tidak suka konflik walaupun itu berarti kemajuan, dan lebih memberikan wewenang pada anak buah yang hanya terbatas pada pelaksanaan tugas.
Hal hampir senada dikemukakan pula oleh Budi Paramita (1992 : 10) yang mengatakan gaya manajerial di Indonesia bersifat antara lain, paternalistik dan otokritik. Suatu jenis pengendalian yang bersifat langsung dan pribadi dengan wewenang dipusatkan pada pucuk pimpinan. Ini sesuai dengan dalih yang muncul dari gambaran di atas, yang menunjukkan bahwa suatu pengendalian hierarkis yang ketat dalam suatu organisasi merupakan cara paling efektif dalam masyarakat yang bersifat otoriter.
Berikut ini adalah Profil Manajer Indonesia menurut hasil temuan Danandjaja (1986:150) :
1. Bagi para Manajer, perusahaan adalah wujud lain dari pemilik, yang patut dihormati dan dituruti segala kehendaknya dengan taat. Ucapan “terserah bagaimana maunya perusahaan”! sangat mudah diucapkan oleh Manajer di Indonesia, terutama kalau sedang frustasi. Karena tidak ada ikatan lain kecuali sebagai wadah tempat ia memperoleh kesempatan kerja, jaminan dan keamanan, maka para Manajer tersebut akan cenderung untuk keluar dari perusahaannya begitu saja kalau hal-hal tersebut tidak dipenuhi.
2. Bagi para Manajer, pemilik adalah orang yang sampai batas tertentu dapat memberikan kesempatan memperoleh apa yang dibutuhkannya. Sesuai dengan orientasi vertikalnya, para Manajer akan menghormati pemilik, dan malah sering menganggapnya sebagai orang tua yang mempunyai kewajiban dan tanggung jawab moral untuk memelihara anak buah dan menjamin keberhasilannya.
Profil Manajer seperti tersebut di atas, sejalan dengan temuan Astrid S. Susanto (dalam Marbun, 1980 :73-74) bahwa pegawai, dalam hal ini Manajer profesional mengharapkan adanya solidaritas organik di dalam perusahaannya yang diidentikkan dengan pemilik. Harapan tersebut sedemikian besarnya sehingga ia akan merasa sangat kecewa dan sering merasa sakit hati bila apa yang diharapkan dari pemilik tidak terpenuhi. Sejauh pemilik perusahaan dapat memuaskan kebutuhankebutuhannya, ia akan bekerja dengan setia. Akan tetapi bila kepuasan itu tidak lagi dapat dicapai, maka ia akan pergi. Hal ini sering tidak dapat dimengerti oleh pemilik, yang kebanyakan masih menganggap bahwa bawahannya yang diberi pekerjaan dan upah itu, dianggap bahwa bawahannya yang diberi pekerjaan dan upah itu, harus tahu diri dan tidak menghianatinya (Danandjaja,1986 : 151).
Danandjaja juga mengemukakan bahwa kecuali jika rekan kerja Manajer adalah sahabat karib yang mempunyai hubungan lebih daripada sekedar rekan kerja biasa, tidak ada piiran dibenaknya bahwa sesama rekan kerja adalah orang-orang yang berbagi nasib dan hari depan, yang ikut menentukan dan menanggung hidup perusahaan dan kebahagiaan hidup semuanya.
Dikatakannya bahwa hal tersebut pertanda bahwa nilai-nilai seperti gotongroyong dan sebagainya tidak lagi diikuti : sistem nilai yang berperan pada para Manajer lebih menunjukkan individualisme dan konsentrasi pada keberhasilan pribadi. Hal tersebut tampaknya benar. Namun masih benar juga bahwa para Manajer merasa sangat kecewa, malah sakit hati, jika apa yang dilihatnya sebagai kewajiban dan tanggung jawab moral atasan/pemilik untuk memelihara anak buah dan menjamin keberhasilannya tidak terwujud, dan bahwa atasan/pemilik merasa dikhianati jika bawahan keluar dari perusahaan. Perasaan-perasaan demikian justru menunjukkan bahwa orang secara emosional masih terikat pada hal tersebut, dan oleh karena itu masih tetap menginginkan terwujudnya solidaritas organik.
Charles hendy (dalam Budi Paramita, 1992 : 11) mengemukakan adanya 4 macam budaya organisasi, yakni budaya organisasi berdasarkan kekuasaan, peran, tugas dan orang. Gambaran singkat masing-masing jenis budaya organisasi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Budaya Berdasarkan Kekuasaan
Budaya yang seperti ini paling banyak terdapat di Indonesia. Strukturnya bisa digambarkan seperti jaring laba-labanya berada di pusat. Pusat kekuasaan tidak harus selalu merupakan seseorang individu sebagai penguasa tunggal, melainkan dapat juga terdiri dari sekelompok kecil manusia yang memegang kekuasaan organisasi. Pada umumnya organisasi seperti ini merupakan suatu organisasi politis, mengingat keputusan organisasi lebih merupakan hasil imbangan kekuatan yang ada daripada atas dasar prosedur atau tindakan yang wajar dan masuk akal. Kekuatan organisasi semacam ini terletak pada kecepatan pada tindakan dan lebih tanggap dalam menghadapi ancaman dan perubahanperubahan.
Bagi karyawan yang berorientasi politis, senang berkuasa, suka mengambil atau mencari resiko dan kurang mementingkan keamanan, organisasi semacam ini merupakan lingkungan kerja yang paling menawan hati. Pengendalian kekuatan dan arah kegiatan dilakukan atas dasar pengendalian dana dan sumber dana.
2. Budaya Atas Dasar Peran
Budaya peran sebetulnya adalah budaya birokrasi. Menurut Weber (dalam Gerth dan Wright, 1958 : Bab 8), organisasi yang berdasarkan birokrasi yang benar umumnya lebih sempurna dibandingkan organisasi bentuk lain, dikarenakan memiliki ketepatan da kecepatan bertindak serta mengurangi biaya bahan maupun biaya pegawai. Sebagian dari penalarannya mengenai efektivitas birokrasi adalah disiplin yang superior dan adanya pengendalian atas tingkat peran. Semua pekerjaan dilakukan secara teratur, sistematis dan rutin.
Organisasi peran sangat efisien dan efektif dalam lingkungan yang stabil, atau bilamana lingkungannya dapat dikendalikan dengan jalan monopoli misalnya. Organisasi jenis ini khususnya berguna bagi organisasi yang lebih memerlukan skala ekonomi besar dibandingkan fleksibilitas, atau dalam hal keahlian teknis dan spesialisasi yang mendalam lebih penting daripada pengembangan dan biaya produksi. Kelemahannya adalah kurangnya kepakaan terhadap perubahan lingkungan dan lambatnya melakukan penyesuaian yang diperlukan. Bagi karyawan yang menyukai kepastian, dan jaminan hidup bekerja dalam organisasi, peran memberikan ketenangan besar. Sebaliknya bagi mereka yang ingin mengendalikan pekerjaannya sendiri atau menginginkan kekuasaan, organisasi semacam ini sangat mengecewakan baginya.
3. Budaya Atas Dasar Tugas
Budaya ini berusaha mengumpulkan sumber daya manusia yang tepat untuk dapat melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya sebab orientasinya terhadap penyelesaian pekerjaan/tugas. Organisasinya dapat digambarkan sebagai suatu matriks antar fungsi atau keahlian dengan pekerjaan. Pengaruhnya bersumber pada kekuatan keahlian dan bukan pada kedudukan atau atas dasar kekuatan pribadi seseorang. Budaya atas dasar tugas ini merupakan budaya tim atau budaya gotong-royong dikarenakan demi keberhasilan tugas harus dapat mengatasi konflik yang dapat timbul disebabkan perbedaan kepentingan pribadi, perbedaan status dan cara kerja.
Ada keunggulan positif budaya ini, yaitu peka atau lentur terhadap perubahan lingkungan, dan sangat berguna bilamana organisasi menghadapi pasar yang sangat bersaing, terutama jika produk yang dihasilkan bersiklus pendek. Namun ada juga segi negatifnya, yaitu pengendaliannya agak sukar dan mudah bergeser menjadi budaya peran atau kuasa. Pengendalian hanya dapat dilakukan oleh pucuk Pimpinan dengan jalan memberi atau tidak memberi tugas/pekerjaan, tambahan dana atau sumber daya manusia.
4. Budaya Berdasar Orangnya
Mengingat organisasi diciptakan biasanya hanya untuk melayani anggotanya, seperti kelompok sosial, pagayuban, dan juga organisasi informal, maka budaya jenis ini didasarkan atas pribadi-pribadi dan umumnya jarang digunakan untuk tujuan ekonomis. Organisasinya praktis, tidak berstruktur dan seolah merupakan sekumpulan manusia saja yang hanya mempunyai tujuan bersama, serta kurang mementingkan tujuan masing-masing. Jenjang kewenangan dan alat pengendalian sukar tumbuh dalam budaya seperti ini, kecuali saling mufakat sebelumnya. Unsur pemersatu yang diperankan oleh seseorang dalam kedudukan lebih tinggi tidaklah ada, kalaupun ada sesuatu kekuasaan, itu hanya bersumber pada pengaruh kepribadian seseorang. Umumnya budaya organisasi seperti ini tidak bersifat langgeng.
Dari paparan tersebut, kelihatannya Charles handy menekankan bahwa pencapaian tugas menurut sifatnya harus didukung oleh kebudayaan yang serasi, dan ini berarti harus sesuai dengan budaya masyarakatnya.
Pendapat ini sama dengan Peter F. Drucker (1977 : 7), yang mengatakan manajemen menyandang fungsi sosial. Manajemen tidak dapat dipisahkan dari masyarakat atau bagian dari masyarakat yang dilayaninya, sehingga tak terlepas dari kaitan budaya yang disandang oleh masyarakat yang dilayaninya. Budaya itu bahkan tampil sebagai terpadu dalam keseluruhan manajemen tersebut. Demikian juga tampaknya senada dengan pendapat Astrid S. Susanto yang menyatakan bawha meskipun diakui bahwa unsur-unsur manajemen bersifat universal secara umum, namun dalam prakteknya saat mengimplementasikan dalam suatu aktivitas, mau tidak mau perilakunya dalam organisasi pasti dipengaruhi oleh budaya yang dianut oleh anggota yang ada di dalamnya. Terlebih lagi dengan bangsa Indonesia yang begitu banyak memiliki suku dengan budanya masing-masing, hingga melahirkan apa yang dikenal dengan Bhineka Tunggal Ika, yang secara langsung maupun tak langsung mempengaruhi organisasi dan manajemen yang ada. (Astrid S. Susanto dalam Marbun, 1980 : 70-71).
Dicopas Dari : MANAJEMEN INDONESIA: PERPADUAN MANAJEMEN BARAT DAN TIMUR SERTA BUDAYA TRADISIONAL
ENDANG SULISTYA RINI, SE. M.Si
Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Sumatera Utara
Klik Disini Untuk Download Jurnal Lengkapnya
Monday, December 14, 2009
Thursday, December 10, 2009
Kinerja Keuangan Perusahaan : Pengertian dan Ukuran Kinerja Keuangan
Pengertian Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan analisis data serta pengendalian bagi perusahaan. Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan diatas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Bagi investor informasi mengenai kinerja perusahaan dapat digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan investasi mereka di perusahaan tersebut atau mencari alternatif lain. Selain itu pengukuran juga dilakukan untuk memperlihatkan kepada penanam modal maupun pelanggan atau masyarakat secara umum bahwa perusahaan memiliki kreditibilitas yang baik (Munawir,1995 :85)
Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai “performing measurement“ (pengukuran kinerja) adalah kualifikasi dan efisiensi perusahaan atau segmen atau keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama periode akuntansi. Dengan demikian pengertian kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu
tertentu (Hanafi,2003: 69). Dalam bukunya Halim (2003: 17) yang berjudul “Analisis Investasi ” menyebutkan bahwa ide dasar dari pendekatan fundamental ini adalah bahwa harga saham dipengaruhi oleh kinerja perusahaan. Apabila kinerja perusahaan baik maka nilai usaha akan tinggi. Dengan nilai usaha yang tinggi membuat para investor melirik perusahaan tersebut untuk menanamkan modalnya sehingga akan terjadi kenaikan harga saham . Sebaliknya apabila terdapat berita buruk mengenai kinerja perusahaan maka akan menyebabkan penurunan harga saham pada perusahaan tersebut. Atau dapat dikatakan bahwa harga saham merupakan fungsi dari nilai perusahaan.
Ukuran Kinerja
Ada tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara kuantitatif (Hanafi, 2003: 76), yaitu:
a. Ukuran kriteria tunggal
Ukuran kriteria tunggal (single criteria) adalah ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja manajer. Kelemahan apabila kriteria tunggal digunakan untuk mengukur kinerja yaitu orang akan cenderung memusatkan usahanya pada kriteria pada usaha tersebut sehingga akibatnya kriteria lain diabaikan, yang
kemungkinan memiliki arti yang sama pentingnya dalam menentukan sukses atau tidaknya perusahaan.
b. Ukuran kriteria beragam
Ukuran kriteria beragam (multiple criteria) adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran untuk menilai kriteria manajer. Kriteria ini mencari berbagai aspek kinerja manajer, sehingga manajer dapat diukur kinerjanya dari beragam kriteria. Tujuan penggunaan beragam ini adalah agar manajer yang diukur kinerjanya mengarahkan usahanya kepada berbagai kinerja.
c. Ukuran kriteria gabungan
Ukuran kriteria gabungan (composite criteria) adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran , untuk memperhitungkan bobot masing-masing ukuran dan menghitung rataratanya sebagai ukuran yang menyeluruh kinerja manajer. Kriteria gabungan ini dilakukan karena perusahaan menyadari bahwa beberapa tujuan lebih penting dibandingkan dengan tujuan yang lain, sehingga beberapa perusahaan memberikan bobot angka tertentu pada beragam kriteria untuk mendapatkan ukuran tunggal kinerja manajer.
Pengukuran kinerja merupakan analisis data serta pengendalian bagi perusahaan. Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan diatas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Bagi investor informasi mengenai kinerja perusahaan dapat digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan investasi mereka di perusahaan tersebut atau mencari alternatif lain. Selain itu pengukuran juga dilakukan untuk memperlihatkan kepada penanam modal maupun pelanggan atau masyarakat secara umum bahwa perusahaan memiliki kreditibilitas yang baik (Munawir,1995 :85)
Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai “performing measurement“ (pengukuran kinerja) adalah kualifikasi dan efisiensi perusahaan atau segmen atau keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama periode akuntansi. Dengan demikian pengertian kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu
tertentu (Hanafi,2003: 69). Dalam bukunya Halim (2003: 17) yang berjudul “Analisis Investasi ” menyebutkan bahwa ide dasar dari pendekatan fundamental ini adalah bahwa harga saham dipengaruhi oleh kinerja perusahaan. Apabila kinerja perusahaan baik maka nilai usaha akan tinggi. Dengan nilai usaha yang tinggi membuat para investor melirik perusahaan tersebut untuk menanamkan modalnya sehingga akan terjadi kenaikan harga saham . Sebaliknya apabila terdapat berita buruk mengenai kinerja perusahaan maka akan menyebabkan penurunan harga saham pada perusahaan tersebut. Atau dapat dikatakan bahwa harga saham merupakan fungsi dari nilai perusahaan.
Ukuran Kinerja
Ada tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara kuantitatif (Hanafi, 2003: 76), yaitu:
a. Ukuran kriteria tunggal
Ukuran kriteria tunggal (single criteria) adalah ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja manajer. Kelemahan apabila kriteria tunggal digunakan untuk mengukur kinerja yaitu orang akan cenderung memusatkan usahanya pada kriteria pada usaha tersebut sehingga akibatnya kriteria lain diabaikan, yang
kemungkinan memiliki arti yang sama pentingnya dalam menentukan sukses atau tidaknya perusahaan.
b. Ukuran kriteria beragam
Ukuran kriteria beragam (multiple criteria) adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran untuk menilai kriteria manajer. Kriteria ini mencari berbagai aspek kinerja manajer, sehingga manajer dapat diukur kinerjanya dari beragam kriteria. Tujuan penggunaan beragam ini adalah agar manajer yang diukur kinerjanya mengarahkan usahanya kepada berbagai kinerja.
c. Ukuran kriteria gabungan
Ukuran kriteria gabungan (composite criteria) adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran , untuk memperhitungkan bobot masing-masing ukuran dan menghitung rataratanya sebagai ukuran yang menyeluruh kinerja manajer. Kriteria gabungan ini dilakukan karena perusahaan menyadari bahwa beberapa tujuan lebih penting dibandingkan dengan tujuan yang lain, sehingga beberapa perusahaan memberikan bobot angka tertentu pada beragam kriteria untuk mendapatkan ukuran tunggal kinerja manajer.
Labels:
Manajemen Keuangan
Wednesday, November 18, 2009
6 Faktor Penting yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Karyawan
Menurut Luthans (1998:144), terdapat tiga dimensi penting kepuasan kerja, yaitu :
1. kepuasan kerja adalah respon emosional terhadap situasi kerja
2. kepuasan kerja diartikan sebagai seberapa baik hasil yang diperoleh memenuhi harapan
3. kepuasan kerja menyajikan perhatian atau attitude yang berkaitan dengan pekerjaan.
Smith, et. al. yang dikutip Luthans (1998:145-146) menunjukkan adanya 6 faktor penting yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yaitu :
1) The work itself, the extent to which the job provides the individual with interisting task, opportunities for learning, and the chance to accept resposibility.
Pekerjaan itu sendiri, sejauhmana karyawan memandang pekerjaannya sebagai pekerjaan yang menarik, memberikan kesempatan untuk belajar, dan peluang untuk menerima tanggung jawab.
2) Pay, the amount of financial remuneration that is received and the degree to which that is viewed aquitable vis-a-vis that of other in organization.
Upah atau gaji, merupakan jumlah balas jasa finansial yang diterima karyawan dan tingkat di mana hal ini dipandang sebagai suatu hal yang adil dalam organisasi.
3) Promotion opportunities, the chance for advancement in the hierarchy.
Kesempatan untuk kenaikan jabatan dalam jenjang karir.
4) Supervision, the abilities of the supervisor to provide tchnical assistance and behavioral support.
Supervisi, merupakan kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan secara teknis maupun memberikan dukungan.
5) Co-worker, the degree to which fellow worker are technically proficient socially suportive.
Rekan kerja, merupakan suatu tingkatan di mana rekan kerja memberikan dukungan.
6) Working condition, if the working condition are good (clean, attractive, surrounding, for instance) the personnel will find it easier to carry out their job.
Kondisi kerja, apabila kondisi kerja karyawan baik (bersih, menarik, dan lingkungan kerja yang menyenangkan) akan membuat mereka mudah menyelesaikan pekerjaannya.
Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) The work itself (Pekerjaan itu sendiri)
Menurut Luthans (1998:145), unsur ini menjelaskan pandangan karyawan mengenai pekerjaannya sebagai pekerjaan yang menarik, melalui pekerjaan tersebut karyawan memperoleh kesempatan untuk belajar, dan memperoleh peluang untuk menerima tanggung jawab. Menurut Robbins (2001:149) “karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja.…”. Adanya kesesuaian pekerjaan dengan ketrampilan dan kemampuan karyawan diharapkan mampu mendorong karyawan untuk menghasilkan kinerja yang baik.
2) Pay (Gaji)
Menurut Robbins (2001:149) bahwa para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan”. Semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan, maka semakin tinggi pula tingkat kemungkinan karyawan tersebut melakukan perbandingan sosial dengan karyawan bandingan yang sama di luar perusahaan. Jika gaji yang diberikan perusahaan lebih rendah dibandingkan dengan gaji yang berlaku di perusahaan yang sejenis dan memiliki tipe yang sama, maka akan timbul ketidakpuasan kerja karyawan terhadap gaji. Oleh karena itu gaji harus ditentukan sedemikian rupa agar kedua belah pihak (karyawan dan perusahaan) merasa sama-sama diuntungkan. Karena karyawan yang merasa puas dengan gaji yang diterimanya, maka dapat menciptakan kepuasan kerja yang diharapkan berpengaruh pada kinerja karyawan.
Begitu pula Menurut Handoko (2001 : 6), yang menyatakan bahwa “Ketidakpuasan sebagai besar karyawan terhadap besarnya kompensasi sering diakibatkan adanya perasaan tidak diperlakukan dengan adil dan layak dalam pembayaran mereka”. Pendapat serupa dikemukakan Hasibuan (2001 : 121) bahwa dengan balas jasa atau kompensasi, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
3) Promotion opportunities (Kesempatan promosi)
Menurut Luthans (1998:145) menyatakan bahwa “Kesempatan promosi mengakibatkan pengaruh yang berbeda terhadap kepuasan kerja karena adanya perbedaan balas jasa yang diberikan”. Menurut Nitisemito (2000 : 81) promosi adalah “Proses pemindahan karyawan dari satu jabatan ke jabatan yang lain yang lebih tinggi”. Dengan demikian promosi akan selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab, dan wewenang lebih tinggi daripada jabatan yang diduduki sebelumnya. Melalui promosi, perusahaan akan memperoleh kestabilan dan moral karyawanpun akan lebih terjamin. Sementara Robbins (2001:150) menyatakan bahwa promosi akan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Apabila promosi dibuat dengan cara yang adil diharapkan mampu memberikan kepuasan kepada karyawan.
4) Supervision (Pengawasan)
Luthans (1998:145) berpendapat bahwa tugas pengawasan tidak dapat dipisahkan dengan fungsi kepemimpinan, yaitu usaha mempengaruhi kegiatan bawahan melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan organisasi. Menurut Hasibuan (2001:169), kepemimpinan yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong gairah kerja karyawan untuk mencapai sasaran yang maksimal. Oleh sebab itu aktivitas karyawan di perusahaan sangat tergantung dari gaya kepemimpinan yang diterapkan serta situasi lingkungan di dalam perusahaan tempat mereka bekerja. Perlunya pengarahan, perhatian serta motivasi dari pemimpin diharapkan mampu memacu karyawan untuk mengerjakan pekerjaannya secara baik, seperti yang dikemukakan oleh Hasibuan (2001:170) bahwa gaya kepemimpinan pada hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja, kepuasan kerja, dan produktivitas kerja karyawan yang tinggi, agar dapat mencapai tujuan organisasi yang maksimal.
5) Co-worker (Rekan kerja)
Luthans (1998:146) menyatakan bahwa “Rekan kerja yang bersahabat, kerjasama rekan sekerja atau kelompok kerja adalah sumber kepuasan kerja bagi pekerja secara individual. Sementara kelompok kerja dapat memberikan dukungan, nasehat atau saran, bantuan kepada sesama rekan kerja. Kelompok kerja yang baik mambuat pekerjaan lebih menyenangkan. Baiknya hubungan antara rekan kerja sangat besar artinya bila rangkaian pekerjaan tersebut memerlukan kerja sama tim yang tinggi. Tingkat keeratan hubungan mempunyai pengaruh terhadap mutu dan intensitas interaksi yang terjadi dalam suatu kelompok. Kelompok yang mempunyai tingkat keeratan yang tinggi cenderung menyebabkan para pekerja lebih puas berada dalam kelompok. Kepuasan timbul terutama berkat kurangnya ketegangan, kurangnya kecemasan dalam kelompok dan karena lebih mampu menyesuaikan diri dengan tekanan pekerjaan.
6) Working condition (Kondisi kerja)
Menurut Luthans (1998:146), apabila kondisi kerja bagus (lingkungan yang bersih dan menarik), akan membuat pekerjaan dengan mudah dapat ditangani. Sebaliknya, jika kondisi kerja tidak menyenangkan (panas dan berisik) akan berdampak sebaliknya pula. Apabila kondisi bagus maka tidak akan ada masalah dengan kepuasan kerja, sebaliknya jika kondisi yang ada buruk maka akan buruk juga dampaknya terhadap kepuasan kerja.
1. kepuasan kerja adalah respon emosional terhadap situasi kerja
2. kepuasan kerja diartikan sebagai seberapa baik hasil yang diperoleh memenuhi harapan
3. kepuasan kerja menyajikan perhatian atau attitude yang berkaitan dengan pekerjaan.
Smith, et. al. yang dikutip Luthans (1998:145-146) menunjukkan adanya 6 faktor penting yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yaitu :
1) The work itself, the extent to which the job provides the individual with interisting task, opportunities for learning, and the chance to accept resposibility.
Pekerjaan itu sendiri, sejauhmana karyawan memandang pekerjaannya sebagai pekerjaan yang menarik, memberikan kesempatan untuk belajar, dan peluang untuk menerima tanggung jawab.
2) Pay, the amount of financial remuneration that is received and the degree to which that is viewed aquitable vis-a-vis that of other in organization.
Upah atau gaji, merupakan jumlah balas jasa finansial yang diterima karyawan dan tingkat di mana hal ini dipandang sebagai suatu hal yang adil dalam organisasi.
3) Promotion opportunities, the chance for advancement in the hierarchy.
Kesempatan untuk kenaikan jabatan dalam jenjang karir.
4) Supervision, the abilities of the supervisor to provide tchnical assistance and behavioral support.
Supervisi, merupakan kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan secara teknis maupun memberikan dukungan.
5) Co-worker, the degree to which fellow worker are technically proficient socially suportive.
Rekan kerja, merupakan suatu tingkatan di mana rekan kerja memberikan dukungan.
6) Working condition, if the working condition are good (clean, attractive, surrounding, for instance) the personnel will find it easier to carry out their job.
Kondisi kerja, apabila kondisi kerja karyawan baik (bersih, menarik, dan lingkungan kerja yang menyenangkan) akan membuat mereka mudah menyelesaikan pekerjaannya.
Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) The work itself (Pekerjaan itu sendiri)
Menurut Luthans (1998:145), unsur ini menjelaskan pandangan karyawan mengenai pekerjaannya sebagai pekerjaan yang menarik, melalui pekerjaan tersebut karyawan memperoleh kesempatan untuk belajar, dan memperoleh peluang untuk menerima tanggung jawab. Menurut Robbins (2001:149) “karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja.…”. Adanya kesesuaian pekerjaan dengan ketrampilan dan kemampuan karyawan diharapkan mampu mendorong karyawan untuk menghasilkan kinerja yang baik.
2) Pay (Gaji)
Menurut Robbins (2001:149) bahwa para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan”. Semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan, maka semakin tinggi pula tingkat kemungkinan karyawan tersebut melakukan perbandingan sosial dengan karyawan bandingan yang sama di luar perusahaan. Jika gaji yang diberikan perusahaan lebih rendah dibandingkan dengan gaji yang berlaku di perusahaan yang sejenis dan memiliki tipe yang sama, maka akan timbul ketidakpuasan kerja karyawan terhadap gaji. Oleh karena itu gaji harus ditentukan sedemikian rupa agar kedua belah pihak (karyawan dan perusahaan) merasa sama-sama diuntungkan. Karena karyawan yang merasa puas dengan gaji yang diterimanya, maka dapat menciptakan kepuasan kerja yang diharapkan berpengaruh pada kinerja karyawan.
Begitu pula Menurut Handoko (2001 : 6), yang menyatakan bahwa “Ketidakpuasan sebagai besar karyawan terhadap besarnya kompensasi sering diakibatkan adanya perasaan tidak diperlakukan dengan adil dan layak dalam pembayaran mereka”. Pendapat serupa dikemukakan Hasibuan (2001 : 121) bahwa dengan balas jasa atau kompensasi, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
3) Promotion opportunities (Kesempatan promosi)
Menurut Luthans (1998:145) menyatakan bahwa “Kesempatan promosi mengakibatkan pengaruh yang berbeda terhadap kepuasan kerja karena adanya perbedaan balas jasa yang diberikan”. Menurut Nitisemito (2000 : 81) promosi adalah “Proses pemindahan karyawan dari satu jabatan ke jabatan yang lain yang lebih tinggi”. Dengan demikian promosi akan selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab, dan wewenang lebih tinggi daripada jabatan yang diduduki sebelumnya. Melalui promosi, perusahaan akan memperoleh kestabilan dan moral karyawanpun akan lebih terjamin. Sementara Robbins (2001:150) menyatakan bahwa promosi akan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Apabila promosi dibuat dengan cara yang adil diharapkan mampu memberikan kepuasan kepada karyawan.
4) Supervision (Pengawasan)
Luthans (1998:145) berpendapat bahwa tugas pengawasan tidak dapat dipisahkan dengan fungsi kepemimpinan, yaitu usaha mempengaruhi kegiatan bawahan melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan organisasi. Menurut Hasibuan (2001:169), kepemimpinan yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong gairah kerja karyawan untuk mencapai sasaran yang maksimal. Oleh sebab itu aktivitas karyawan di perusahaan sangat tergantung dari gaya kepemimpinan yang diterapkan serta situasi lingkungan di dalam perusahaan tempat mereka bekerja. Perlunya pengarahan, perhatian serta motivasi dari pemimpin diharapkan mampu memacu karyawan untuk mengerjakan pekerjaannya secara baik, seperti yang dikemukakan oleh Hasibuan (2001:170) bahwa gaya kepemimpinan pada hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja, kepuasan kerja, dan produktivitas kerja karyawan yang tinggi, agar dapat mencapai tujuan organisasi yang maksimal.
5) Co-worker (Rekan kerja)
Luthans (1998:146) menyatakan bahwa “Rekan kerja yang bersahabat, kerjasama rekan sekerja atau kelompok kerja adalah sumber kepuasan kerja bagi pekerja secara individual. Sementara kelompok kerja dapat memberikan dukungan, nasehat atau saran, bantuan kepada sesama rekan kerja. Kelompok kerja yang baik mambuat pekerjaan lebih menyenangkan. Baiknya hubungan antara rekan kerja sangat besar artinya bila rangkaian pekerjaan tersebut memerlukan kerja sama tim yang tinggi. Tingkat keeratan hubungan mempunyai pengaruh terhadap mutu dan intensitas interaksi yang terjadi dalam suatu kelompok. Kelompok yang mempunyai tingkat keeratan yang tinggi cenderung menyebabkan para pekerja lebih puas berada dalam kelompok. Kepuasan timbul terutama berkat kurangnya ketegangan, kurangnya kecemasan dalam kelompok dan karena lebih mampu menyesuaikan diri dengan tekanan pekerjaan.
6) Working condition (Kondisi kerja)
Menurut Luthans (1998:146), apabila kondisi kerja bagus (lingkungan yang bersih dan menarik), akan membuat pekerjaan dengan mudah dapat ditangani. Sebaliknya, jika kondisi kerja tidak menyenangkan (panas dan berisik) akan berdampak sebaliknya pula. Apabila kondisi bagus maka tidak akan ada masalah dengan kepuasan kerja, sebaliknya jika kondisi yang ada buruk maka akan buruk juga dampaknya terhadap kepuasan kerja.
Labels:
Manajemen Sumber Daya Manusia
Saluran Distribusi : Definisi, Fungsi dan Jenis Saluran Distribusi
Pengertian Saluran Distribusi
Menurut Nitisemito (1993, p.102), Saluran Distribusi adalah lembaga-lembaga distributor atau lembaga-lembaga penyalur yang mempunyai kegiatan untuk menyalurkan atau menyampaikan barang-barang atau jasa-jasa dari produsen ke konsumen.
Menurut Warren J. Keegan (2003) Saluran Distribusi adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai ke konsumen atau pemakai industri.
Menurut Assauri (1990 : 3) Saluran distribusi merupakan lembaga-lembaga yang memasarkan produk, yang berupa barang atau jasa dari produsen ke konsumen.
Menurut Kotler (1991 : 279) Saluran distribusi adalah sekelompok perusahaan atau perseorangan yang memiliki hak pemilikan atas produk atau membantu memindahkan hak pemilikan produk atau jasa ketika akan dipindahkan dari produsen ke konsumen.
Faktor yang mendorong suatu perusahaan menggunakan distributor, adalah:
- Para produsen atau perusahaan kecil dengan sumber keuangan terbatas tidak mampu mengembangkan organisasi penjualan langsung.
- Para distributor nampaknya lebih efektif dalam penjualan partai besar karena skala operasi mereka dengan pengecer dan keahlian khususnya.
- Para pengusaha pabrik yang cukup model lebih senang menggunakan dana mereka untuk ekspansi daripada untuk melakukan kegiatan promosi.
- Pengecer yang menjual banyak sering lebih senang membeli macam-macam barang dari seorang grosir daripada membeli langsung dari masing-masing pabriknya.
Fungsi Saluran Distribusi
Fungsi utama saluran distribusi adalah menyalurkan barang dari produsen ke konsumen, maka perusahaan dalam melaksanakan dan menentukan saluran distribusi harus melakukan pertimbangan yang baik.
Adapun fungsi-fungsi saluran distribusi menurut Kotler (1997 : 531-532) adalah :
• Information, yaitu mengumpulkan informasi penting tentang konsumen dan pesaing untuk merencanakan dan membantu pertukaran.
• Promotion, yaitu pengembangan dan penyebaran komunikasi persuasif tentang produk yang ditawarkan.
• Negotiation, yaitu mencoba untuk menyepakati harga dan syarat-syarat lain, sehingga memungkinkan perpindahan hak pemilikan.
• Ordering, yaitu pihak distributor memesan barang kepada perusahaan.
• Payment, yaitu pembeli membayar tagihan kepada penjual melalui bank atau lembaga keuangan lainnya.
• Title, yaitu perpindahan kepemilikan barang dari suatu organisasi atau orang kepada organisasi / orang lain.
• Physical Possesion, yaitu mengangkut dan menyimpan barang-barang dari bahan mentah hingga barang jadi dan akhirnya sampai ke konsumen akhir.
• Financing, yaitu meminta dan memanfaatkan dana untuk biaya-biaya dalam pekerjaan saluran distribusi.
• Risk Taking, yaitu menanggung resiko sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan saluran distribusi.
Macam Saluran Distribusi
Terdapat berbagai macam saluran distribusi barang konsumsi, diantaranya :
1. Produsen – Konsumen
Bentuk saluran distribusi ini merupakan yang paling pendek dan sederhana karena tanpa menggunakan perantara. Produsen dapat menjual barang yang dihasilkannya melalui pos atau langsung mendatangi rumah konsumen (dari rumah ke rumah). Oleh karena itu saluran ini disebut saluran distribusi langsung.
2. Produsen – Pengecer – Konsumen
Produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada pengecer. Pembelian oleh pengecer dilayani oleh pedagang besar, dan pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja.
3. Produsen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
Saluran distribusi ini banyak digunakan oleh produsen, dan dinamakan saluran distribusi tradisional. Di sini, produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada pengecer. Pembelian oleh pengecer dilayani pedagang besar, dan pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja.
4. Produsen – Agen – Pengecer – Konsumen
Di sini, produsen memilih agen sebagai penyalurnya. Ia menjalankan kegiatan perdagangan besar dalam saluran distribusi yang ada. Sasaran penjualannya terutama ditujukan kepada para pengecer besar.
5. Produsen – Agen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
Dalam saluran distribusi, produsen sering menggunakan agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada toko-toko kecil. Agen yang terlihat dalam saluran distribusi ini terutama agen penjualan. (Swastha dan Irawan, 1997, p.295-297)
Menurut Nitisemito (1993, p.102), Saluran Distribusi adalah lembaga-lembaga distributor atau lembaga-lembaga penyalur yang mempunyai kegiatan untuk menyalurkan atau menyampaikan barang-barang atau jasa-jasa dari produsen ke konsumen.
Menurut Warren J. Keegan (2003) Saluran Distribusi adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai ke konsumen atau pemakai industri.
Menurut Assauri (1990 : 3) Saluran distribusi merupakan lembaga-lembaga yang memasarkan produk, yang berupa barang atau jasa dari produsen ke konsumen.
Menurut Kotler (1991 : 279) Saluran distribusi adalah sekelompok perusahaan atau perseorangan yang memiliki hak pemilikan atas produk atau membantu memindahkan hak pemilikan produk atau jasa ketika akan dipindahkan dari produsen ke konsumen.
Faktor yang mendorong suatu perusahaan menggunakan distributor, adalah:
- Para produsen atau perusahaan kecil dengan sumber keuangan terbatas tidak mampu mengembangkan organisasi penjualan langsung.
- Para distributor nampaknya lebih efektif dalam penjualan partai besar karena skala operasi mereka dengan pengecer dan keahlian khususnya.
- Para pengusaha pabrik yang cukup model lebih senang menggunakan dana mereka untuk ekspansi daripada untuk melakukan kegiatan promosi.
- Pengecer yang menjual banyak sering lebih senang membeli macam-macam barang dari seorang grosir daripada membeli langsung dari masing-masing pabriknya.
Fungsi Saluran Distribusi
Fungsi utama saluran distribusi adalah menyalurkan barang dari produsen ke konsumen, maka perusahaan dalam melaksanakan dan menentukan saluran distribusi harus melakukan pertimbangan yang baik.
Adapun fungsi-fungsi saluran distribusi menurut Kotler (1997 : 531-532) adalah :
• Information, yaitu mengumpulkan informasi penting tentang konsumen dan pesaing untuk merencanakan dan membantu pertukaran.
• Promotion, yaitu pengembangan dan penyebaran komunikasi persuasif tentang produk yang ditawarkan.
• Negotiation, yaitu mencoba untuk menyepakati harga dan syarat-syarat lain, sehingga memungkinkan perpindahan hak pemilikan.
• Ordering, yaitu pihak distributor memesan barang kepada perusahaan.
• Payment, yaitu pembeli membayar tagihan kepada penjual melalui bank atau lembaga keuangan lainnya.
• Title, yaitu perpindahan kepemilikan barang dari suatu organisasi atau orang kepada organisasi / orang lain.
• Physical Possesion, yaitu mengangkut dan menyimpan barang-barang dari bahan mentah hingga barang jadi dan akhirnya sampai ke konsumen akhir.
• Financing, yaitu meminta dan memanfaatkan dana untuk biaya-biaya dalam pekerjaan saluran distribusi.
• Risk Taking, yaitu menanggung resiko sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan saluran distribusi.
Macam Saluran Distribusi
Terdapat berbagai macam saluran distribusi barang konsumsi, diantaranya :
1. Produsen – Konsumen
Bentuk saluran distribusi ini merupakan yang paling pendek dan sederhana karena tanpa menggunakan perantara. Produsen dapat menjual barang yang dihasilkannya melalui pos atau langsung mendatangi rumah konsumen (dari rumah ke rumah). Oleh karena itu saluran ini disebut saluran distribusi langsung.
2. Produsen – Pengecer – Konsumen
Produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada pengecer. Pembelian oleh pengecer dilayani oleh pedagang besar, dan pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja.
3. Produsen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
Saluran distribusi ini banyak digunakan oleh produsen, dan dinamakan saluran distribusi tradisional. Di sini, produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada pengecer. Pembelian oleh pengecer dilayani pedagang besar, dan pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja.
4. Produsen – Agen – Pengecer – Konsumen
Di sini, produsen memilih agen sebagai penyalurnya. Ia menjalankan kegiatan perdagangan besar dalam saluran distribusi yang ada. Sasaran penjualannya terutama ditujukan kepada para pengecer besar.
5. Produsen – Agen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
Dalam saluran distribusi, produsen sering menggunakan agen sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada toko-toko kecil. Agen yang terlihat dalam saluran distribusi ini terutama agen penjualan. (Swastha dan Irawan, 1997, p.295-297)
Labels:
Manajemen Pemasaran
Tuesday, November 17, 2009
Promosi Dalam Konsep SDM : Definisi dan Syarat Penetapan Promosi
Menurut Heidijrachman (1992: 111), kesempatan untuk maju di dalam organisasi disebut dengan promosi (kenaikan tingkat jabatan). Promosi adalah kesempatan dimana seseorang dapat memperbaiki ki posisi jabatannya. Promosi berarti perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan yang lain, yang mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Hal ini memiliki nilai karena merupakan bukti pengakuan yang lain terhadap prestasi kerja yang dicapai seseorang. Seseorang yang dipromosikan pada umumnya dianggap mempunyai prestasi yang baik, dan juga ada beberapa pertimbangan lainnya yang menunjang. Ada p endapat lain yang menyebutkan bahwa promosi adalah dengan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, lebih bertanggung jawab dan meningkatkan status sosial, oleh karena itu individu yang merasakan adanya ketetapan promosi merupakan salah satu kepuasan dari pekerjaannya. (Robbins 1991 : 172).
Menurut Nitisemito (1996:81) Promosi merupakan suatu proses pemindahan karyawan dari suatu jabatan kepada jabatan lain yang lebih tinggi.
Menurut Heidjrachman (1990:111) Promosi merupakan suatu perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi.
Promosi memiliki nilai yang sangat berarti karena merupakan bukti pengakuan atas hasil atau prestasi kerja karyawan. Promosi memiliki arti yang penting bagi perusahaan, karena dengan adanya promosi berarti kestabilan perusahaan dan moral karyawan akan lebih terjamin. dalam bekerja, seorang karyawan pasti mengharapkan adanya peningkatan - peningkatan dalam karirnya.
Salah satu cara agar seorang karyawan dapat meningkatkan karirnya yaitu melalui jenjang promosi yang ada di perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja. Jenjang promosi dapat menambah semangat dan gairah karyawan di dalam bekerja, sehingga karyawan akan bekerja dengan penuh motivasi untuk mendapatkan promosi dalam karirnya. Apabila seorang karyawan memperoleh promosi, maka jabatan dan kompensasi yang akan diterima secara otomatis juga akan meningkat, hal ini akan dapat menimbulkan kepuasan kerja yang lebih dari yang sebelumnya.
Syarat Penetapan Promosi
Syarat promosi dapat dipakai untuk menetapkan siapa saja yang berhak untuk segera
dipromosikan, Menurut Nitisemito (1996 : 82) beberapa syarat penetapan promosi :
1. Pengalaman
Banyaknya pengalaman seorang karyawan sering kali digunakan sebagai salah satu syarat untuk promosi, karena dengan adanya pengalainan yang lebih banyak, maka diharapkan kemampuan kerja yang tinggi, ide yang lebih banyak, dan sebagainya.
2. Tingkat Pendidikan
Ada sebagian perusahaan memberikan syarat minimal pendidikan agar dapat dipromosikan pada jabatan tertentu. Hal ini mempunyai alasan bahwa dengan pendidikan yang lebih tinggi, maka dapat diharapkan karyawan yang memiliki jalan pemikiran yang lebih baik.
3. Loyalitas
Loyalitas atas kesetiaan terhadap perusahaan tempat karyawan bekerja sering kali digunakan sebagai syarat promosi Hal ini disebabkan karena dengan loyalitas yang
tinggi karyawan diharapkan memiliki tanggung jawab yang lebih besar.
4. Kejujuran
Untuk jabatan-jabatan tertentu mungkin kejujuran merupakan syarat yang utama yang perlu diperhatikan, misalnya untuk jabatan kasir atau bagian keuangan, kejujuran adalah merupakan syarat utama yang harus di perhatikan .
5. Tanggung Jawab
Seringkali perusahaan memerlukan tanggung jawab yang cukup besar sehingga masalah tanggung jawab merupakan syarat utama untuk promosi. Apabila seorang karyawan meniiliki tanggung jawab dalam melakukan pekerjaan yang kecil, maka demikian juga dalam melakukan pekerjaan yang besar.
6. Kepandaian dalam bergaul
Untuk promosi pekerjaan tertentu mungkin diperlukan kepandaian bergaul. Sehingga persyaratan kemampuan bergaul dengan orang lain perlu dicantumkan untuk promosi jabatan tersebut misalnya untuk jabatan salesman dimana syarat ini sangat penting untuk diperhatikan.
7. Prestasi kerja
Pada umumnya setiap perusahaan mencantumkan syarat prestasi kerja untuk promosi. Hal ini dapat dilihat dari catatan-catatan prestasi yang telah dikerjakan.
8. lnisiatif dan Kreativitas
Untuk promosi pada jabatan tertentu mungkin syarat tingkat inisiatif dan kreativitas harus diperhatikan. Hal ini disebabkan karena jabatan yang akan dipromosikan ini memerlukan inisiatif dan kreativitas karyawan.
Menurut Nitisemito (1996:81) Promosi merupakan suatu proses pemindahan karyawan dari suatu jabatan kepada jabatan lain yang lebih tinggi.
Menurut Heidjrachman (1990:111) Promosi merupakan suatu perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi.
Promosi memiliki nilai yang sangat berarti karena merupakan bukti pengakuan atas hasil atau prestasi kerja karyawan. Promosi memiliki arti yang penting bagi perusahaan, karena dengan adanya promosi berarti kestabilan perusahaan dan moral karyawan akan lebih terjamin. dalam bekerja, seorang karyawan pasti mengharapkan adanya peningkatan - peningkatan dalam karirnya.
Salah satu cara agar seorang karyawan dapat meningkatkan karirnya yaitu melalui jenjang promosi yang ada di perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja. Jenjang promosi dapat menambah semangat dan gairah karyawan di dalam bekerja, sehingga karyawan akan bekerja dengan penuh motivasi untuk mendapatkan promosi dalam karirnya. Apabila seorang karyawan memperoleh promosi, maka jabatan dan kompensasi yang akan diterima secara otomatis juga akan meningkat, hal ini akan dapat menimbulkan kepuasan kerja yang lebih dari yang sebelumnya.
Syarat Penetapan Promosi
Syarat promosi dapat dipakai untuk menetapkan siapa saja yang berhak untuk segera
dipromosikan, Menurut Nitisemito (1996 : 82) beberapa syarat penetapan promosi :
1. Pengalaman
Banyaknya pengalaman seorang karyawan sering kali digunakan sebagai salah satu syarat untuk promosi, karena dengan adanya pengalainan yang lebih banyak, maka diharapkan kemampuan kerja yang tinggi, ide yang lebih banyak, dan sebagainya.
2. Tingkat Pendidikan
Ada sebagian perusahaan memberikan syarat minimal pendidikan agar dapat dipromosikan pada jabatan tertentu. Hal ini mempunyai alasan bahwa dengan pendidikan yang lebih tinggi, maka dapat diharapkan karyawan yang memiliki jalan pemikiran yang lebih baik.
3. Loyalitas
Loyalitas atas kesetiaan terhadap perusahaan tempat karyawan bekerja sering kali digunakan sebagai syarat promosi Hal ini disebabkan karena dengan loyalitas yang
tinggi karyawan diharapkan memiliki tanggung jawab yang lebih besar.
4. Kejujuran
Untuk jabatan-jabatan tertentu mungkin kejujuran merupakan syarat yang utama yang perlu diperhatikan, misalnya untuk jabatan kasir atau bagian keuangan, kejujuran adalah merupakan syarat utama yang harus di perhatikan .
5. Tanggung Jawab
Seringkali perusahaan memerlukan tanggung jawab yang cukup besar sehingga masalah tanggung jawab merupakan syarat utama untuk promosi. Apabila seorang karyawan meniiliki tanggung jawab dalam melakukan pekerjaan yang kecil, maka demikian juga dalam melakukan pekerjaan yang besar.
6. Kepandaian dalam bergaul
Untuk promosi pekerjaan tertentu mungkin diperlukan kepandaian bergaul. Sehingga persyaratan kemampuan bergaul dengan orang lain perlu dicantumkan untuk promosi jabatan tersebut misalnya untuk jabatan salesman dimana syarat ini sangat penting untuk diperhatikan.
7. Prestasi kerja
Pada umumnya setiap perusahaan mencantumkan syarat prestasi kerja untuk promosi. Hal ini dapat dilihat dari catatan-catatan prestasi yang telah dikerjakan.
8. lnisiatif dan Kreativitas
Untuk promosi pada jabatan tertentu mungkin syarat tingkat inisiatif dan kreativitas harus diperhatikan. Hal ini disebabkan karena jabatan yang akan dipromosikan ini memerlukan inisiatif dan kreativitas karyawan.
Labels:
Manajemen Sumber Daya Manusia
Monday, November 16, 2009
Tanda-Tanda Stress Karyawan Akibat Beban Kerja
Seperti pada bahasan sebelumnya tentang "Stress Kerja ; Definisi dan Faktor Penyebab" disebutkan bahwa Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang (Handoko, 1997:200). Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Pengertian dari tingkat stress adalah muncul dari adanya kondisi –kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan – batasan, atau permintaan – permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan di mana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting (Robbins, 2001). Secara Garis besar terdapat tiga sumber yang dapat menyebabkan timbulnya stress yakni Faktor Lingkungan, Faktor Organisasi dan Faktor Individu. (Robbins 2001 : 565-567).
Menurut Keith W. Sehnert (1981) Tanda – Tanda stres yang Dialami Berkaitan dengan Tingkat Beban Kerja yaitu :
Menurut Gibson dan Ivancevich (2001, p.280 – 281), ”Stres dalam penampilan optimal
adalah kondisi stres yang positif karena dapat mendorong karyawan untuk bekerja pada tingkatan yang lebih tinggi sedangkan stres karena terlalu sedikit dan terlalu banyak beban adalah kondisi stres yang negatif karena dapat menyebabkan menurunnya kinerja para karyawan.” Munculnya stres, baik yang disebabkan oleh sesuatu yang menyenangkan
atau sesuatu yang tidak menyenangkan akan memberikan akibat tertentu pada seseorang. Cox membagi empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan stress (Handoyo, 2001), yaitu :
1. Pengaruh psikologis yaitu akibat dari stres yang berdampak pada aspek kejiwaan seseorang.
2. Pengaruh perilaku yaitu akibat dari stres yang berdampak pada perubahan tingkah laku seseorang.
3. Pengaruh kognitif yaitu akibat dari stres yang berdampak pada kemampuan berpikir seseorang.
4. Pengaruh fisiologis yaitu akibat dari stres yang berdampak pada kondisi fisik seseorang.
Tanda-tanda stres dalam penampilan optimal maupun tanda-tanda stres karena terlalu sedikit dan terlalu banyak beban akan dikelompokkan dalam empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan stres dan akan menjadi batasan dalam penelitian ini seperti yang terlihat di bawah, yaitu :
1. Tanda-tanda stres yang berkaitan dengan tingkat beban kerja dalam penampilan optimal
a. Pengaruh psikologis
1) Kegembiraan
2) Ketenangan dalam keadaan tertekan
b. Pengaruh perilaku
1) Lebih semangat dalam bekerja
c. Pengaruh kognitif
1) Analisis yang rendah tentang masalah
2) Daya ingat yang lebih baik
3) Persepsi yang tajam
d. Pengaruh fisiologis
1) Memiliki energi yang tinggi sehingga tidak mudah lelah
2. Tanda-tanda stres yang berkaitan dengan tingkat beban kerja karena terlalu banyak dan terlalu sedikit beban kerja.
a. Pengaruh psikologis
1) Kebosanan
2) Apatis
3) Lekas marah
4) Kelesuan
b. Pengaruh perilaku
1) Tidur yang tak menentu dan terganggu (gangguan tidur)
2) Peningkatan intensitas kecelakaan baik di rumah, di tempat kerja atau di jalan.
3) Peningkatan konsumsi alkohol
4) Peningkatan intensitas absen
5) Perubahan dalam nafsu makan
6) Sikap yang negatif
7) Pengunduran diri
8) Menurunnya semangat kerja
c. Pengaruh kognitif
1) Terlalu mampu dalam pekerjaan
2) Kesalahan yang meningkat
3) Ingatan yang berkurang
4) Keragu-raguan
d. Pengaruh fisiologis
1) Gangguan dalam kesehatan seperti memicu timbulnya penyakit tertentu
Menurut Keith W. Sehnert (1981) Tanda – Tanda stres yang Dialami Berkaitan dengan Tingkat Beban Kerja yaitu :
Terlalu Sedikit Beban • Kebosanan • Terlalu mampu dalam pekerjaan • Apatis • Tidur yang tak menentu dan terganggu • Lekas marah • Menurunnya semangat kerja • Kecelakaan • Kecanduan alcohol • Ketidakhadiran • Perubahan dalam nafsu makan • Kelesuan • Sikap yang negatif | Penampilan Optimal • Kegembiraan • Semangat yang tinggi • Kewaspadaan mental • Energi yang tinggi • Analisis yang rendah tentang masalah • Daya ingat yang lebih baik • Persepsi yang tajam • Ketenangan dalam keadaan tertekan | Terlalu Banyak Beban • Insomnia (tidak dapat tidur) • Lekas marah • Kecelakaan • Kecanduan alcohol • Absen • Perubahan dalam hal nafsu makan • Apatis • Hubungan yang tegang • Penilaian yang tidak baik • Kesalahan yang meningkat • Kurangnya kejelasan • Keragu-raguan • Pengunduran diri • Hilangnya perspektif • Ingatan yang berkurang. |
Menurut Gibson dan Ivancevich (2001, p.280 – 281), ”Stres dalam penampilan optimal
adalah kondisi stres yang positif karena dapat mendorong karyawan untuk bekerja pada tingkatan yang lebih tinggi sedangkan stres karena terlalu sedikit dan terlalu banyak beban adalah kondisi stres yang negatif karena dapat menyebabkan menurunnya kinerja para karyawan.” Munculnya stres, baik yang disebabkan oleh sesuatu yang menyenangkan
atau sesuatu yang tidak menyenangkan akan memberikan akibat tertentu pada seseorang. Cox membagi empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan stress (Handoyo, 2001), yaitu :
1. Pengaruh psikologis yaitu akibat dari stres yang berdampak pada aspek kejiwaan seseorang.
2. Pengaruh perilaku yaitu akibat dari stres yang berdampak pada perubahan tingkah laku seseorang.
3. Pengaruh kognitif yaitu akibat dari stres yang berdampak pada kemampuan berpikir seseorang.
4. Pengaruh fisiologis yaitu akibat dari stres yang berdampak pada kondisi fisik seseorang.
Tanda-tanda stres dalam penampilan optimal maupun tanda-tanda stres karena terlalu sedikit dan terlalu banyak beban akan dikelompokkan dalam empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan stres dan akan menjadi batasan dalam penelitian ini seperti yang terlihat di bawah, yaitu :
1. Tanda-tanda stres yang berkaitan dengan tingkat beban kerja dalam penampilan optimal
a. Pengaruh psikologis
1) Kegembiraan
2) Ketenangan dalam keadaan tertekan
b. Pengaruh perilaku
1) Lebih semangat dalam bekerja
c. Pengaruh kognitif
1) Analisis yang rendah tentang masalah
2) Daya ingat yang lebih baik
3) Persepsi yang tajam
d. Pengaruh fisiologis
1) Memiliki energi yang tinggi sehingga tidak mudah lelah
2. Tanda-tanda stres yang berkaitan dengan tingkat beban kerja karena terlalu banyak dan terlalu sedikit beban kerja.
a. Pengaruh psikologis
1) Kebosanan
2) Apatis
3) Lekas marah
4) Kelesuan
b. Pengaruh perilaku
1) Tidur yang tak menentu dan terganggu (gangguan tidur)
2) Peningkatan intensitas kecelakaan baik di rumah, di tempat kerja atau di jalan.
3) Peningkatan konsumsi alkohol
4) Peningkatan intensitas absen
5) Perubahan dalam nafsu makan
6) Sikap yang negatif
7) Pengunduran diri
8) Menurunnya semangat kerja
c. Pengaruh kognitif
1) Terlalu mampu dalam pekerjaan
2) Kesalahan yang meningkat
3) Ingatan yang berkurang
4) Keragu-raguan
d. Pengaruh fisiologis
1) Gangguan dalam kesehatan seperti memicu timbulnya penyakit tertentu
Labels:
Manajemen Sumber Daya Manusia
Tuesday, November 10, 2009
Pemasaran Hotel [Hotel Marketing] : Definisi, Faktor Penentu Keberhasilan Pemasaran Hotel [Hotel Marketing] (2)
Definisi Pemasaran Hotel
Menurut Prof Denny G. Ritherford dari Washington State University dalam buku Hotel Management dan Operation, Pemasaran Hotel adalah aktivitas yang menggunakan strategi dan taktik, yang direncanakan sedemikian rupa untuk menyampaikan cerita tentang pelayanan yang dapat diberikan suatu hotel, dengan memberikan rangsangan yang bergairah pada tamu untuk mau memilih pesan yang disampaikan hotel untuk dibandingkan dengan pilihan lain dari hotel pesaing.
Menurut Ritherford (1989) mendefinisi tentang Hotel Marketing sebagai : Marketing is thus an umbrella term that cover a number of strategic and tactical activities design to tell the clientele the “story” of hotel’s, service and encourage that the clientele to make choice based on hotel’s marketing message compare to those of alternatives (p. 199). yang kurang lebih memiliki arti : Pemasaran hotel adalah aktivitas yang menggunakan strategi dan taktik, yang direncanakan sedemikian rupa untuk menyampaikan “cerita” tentang pelayanan yang dapat diberikan suatu hotel, dengan memberikan rangsangan yang bergairah pada tamu untuk mau memilih pesan yang disampaikan hotel tersebut dibandingkan dengan pilihan lain dari hotel pesaing.
Menurut Philip Kotler (1996), batasan tentang pemasaran hotel adalah ilmu yang bertujuan untuk menyenangkan tamu dan dari kegiatan itu, hotel memperoleh keuntungan. Oleh karena itu Kotler menyebutnya sebagai sensitive serving and satisfying the human needy (Yoeti, 1999, p. 10)
Neil Wearne and Alison Morisson (1993) menyatakan bahwa dari sudut pandang orang-orang yang bergerak dalam bidang industri jasa, pemasaran dapat diartikan sebagai usaha mengolah makanan, minuman, dan akomodasi hotel menjadi produk yang diminati orang dengan memberikan nilai tambah melalui pelayanan dan penyajian (Yoeti, 1999, p.10).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pemasaran Hotel ;
W. Lazar dan E.J.Kelly (1996) menyebutkan tiga faktor yang diperlukan untuk menerapkan pemasaran jasa, yaitu :
1. Instrumen Produk
Untuk memberikan kemudahan kepada wisatawan sebagai pemakai jasa, produk dijual dalam bentuk paket dengan memberikan pelayanan terpadu (integrated services).
2. Instrumen Distribusi
Untuk memenuhi kebutuhan wisatawan, mereka tidak perlu berhubungan langsung dengan perusahaan yang menjual jasa-jasa tersebut, tetapi cukup membeli melalui perantara seperti Tour Operator, Biro Perjalanan Wisata, Hotel Reservation Agent, Wholesaler atau Representative Office.
3. Instrumen Promosi
Agar Calon wisatawan dapat informasi yang lengkap dan akurat tentang produk atau jasa yang hendak dijual, perlu ada promotion materials seperti brochures, leaflets, booklet, poster atau tourist map, sehingga dengan memiliki sumber informasi tersebut mereka dapat mempersiapkan perjalanan wisata dengan baik dan memuaskan.
Menurut Agus Sulastiyono (2001, p.262) keberhasilan pemasaran hotel tergantung dari dua faktor, ialah :
1. Faktor yang dapat dikendalikan
Bauran pemasaran dapat diubah dengan berbagai cara, misalnya: hotel dapat merubah atau mengganti media yang digunakan untuk mengiklankan produknya dari menggunakan media majalah ke media televisi, atau dari radio ke kupon promosi, sedangkan waktu dan uang merupakan faktor yang sifatnya terbatas.
2. Faktor yang tidak dapat dikendalikan
Faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan adalah kejadian-kejadian diluar jangkauan manajer pemasaran.
Faktor ini kadang-kadang disebut faktor eksternal, yang paling sedikit terdapat enam faktor eksternal seperti :
a. Kompetisi
b. Regulasi dan legalisasi
c. Lingkungan ekonomi
d. Teknologi dan
e. Lingkungan
f. Sosial-budaya
Suksesnya seorang penjual suatu produk hotel tergantung dari harga atau tarif hotel yang bersangkutan. Jika tarif kamar dianggap tinggi mungkin saja calon tamu memilih produk hotel yang lain (substitusi).
Menurut Oka A. Yoeti (1999, p.24) kunci kesuksesan para pelaku bisnis haruslah mengembangkan strategi persaingan yang berpedoman pada pembauran pasar (marketing mix). Marketing mix sebagai suatu konsep pertama kali dipelopori oleh Borden di tahun 1960-an. Marketing mix terdiri dari : Produk (Product), Tempat (Place), Harga (Price), Posisi (Positioning), Promosi (Promotion) dan Target Pasar (Target Market),
Menurut Prof Denny G. Ritherford dari Washington State University dalam buku Hotel Management dan Operation, Pemasaran Hotel adalah aktivitas yang menggunakan strategi dan taktik, yang direncanakan sedemikian rupa untuk menyampaikan cerita tentang pelayanan yang dapat diberikan suatu hotel, dengan memberikan rangsangan yang bergairah pada tamu untuk mau memilih pesan yang disampaikan hotel untuk dibandingkan dengan pilihan lain dari hotel pesaing.
Menurut Ritherford (1989) mendefinisi tentang Hotel Marketing sebagai : Marketing is thus an umbrella term that cover a number of strategic and tactical activities design to tell the clientele the “story” of hotel’s, service and encourage that the clientele to make choice based on hotel’s marketing message compare to those of alternatives (p. 199). yang kurang lebih memiliki arti : Pemasaran hotel adalah aktivitas yang menggunakan strategi dan taktik, yang direncanakan sedemikian rupa untuk menyampaikan “cerita” tentang pelayanan yang dapat diberikan suatu hotel, dengan memberikan rangsangan yang bergairah pada tamu untuk mau memilih pesan yang disampaikan hotel tersebut dibandingkan dengan pilihan lain dari hotel pesaing.
Menurut Philip Kotler (1996), batasan tentang pemasaran hotel adalah ilmu yang bertujuan untuk menyenangkan tamu dan dari kegiatan itu, hotel memperoleh keuntungan. Oleh karena itu Kotler menyebutnya sebagai sensitive serving and satisfying the human needy (Yoeti, 1999, p. 10)
Neil Wearne and Alison Morisson (1993) menyatakan bahwa dari sudut pandang orang-orang yang bergerak dalam bidang industri jasa, pemasaran dapat diartikan sebagai usaha mengolah makanan, minuman, dan akomodasi hotel menjadi produk yang diminati orang dengan memberikan nilai tambah melalui pelayanan dan penyajian (Yoeti, 1999, p.10).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pemasaran Hotel ;
W. Lazar dan E.J.Kelly (1996) menyebutkan tiga faktor yang diperlukan untuk menerapkan pemasaran jasa, yaitu :
1. Instrumen Produk
Untuk memberikan kemudahan kepada wisatawan sebagai pemakai jasa, produk dijual dalam bentuk paket dengan memberikan pelayanan terpadu (integrated services).
2. Instrumen Distribusi
Untuk memenuhi kebutuhan wisatawan, mereka tidak perlu berhubungan langsung dengan perusahaan yang menjual jasa-jasa tersebut, tetapi cukup membeli melalui perantara seperti Tour Operator, Biro Perjalanan Wisata, Hotel Reservation Agent, Wholesaler atau Representative Office.
3. Instrumen Promosi
Agar Calon wisatawan dapat informasi yang lengkap dan akurat tentang produk atau jasa yang hendak dijual, perlu ada promotion materials seperti brochures, leaflets, booklet, poster atau tourist map, sehingga dengan memiliki sumber informasi tersebut mereka dapat mempersiapkan perjalanan wisata dengan baik dan memuaskan.
Menurut Agus Sulastiyono (2001, p.262) keberhasilan pemasaran hotel tergantung dari dua faktor, ialah :
1. Faktor yang dapat dikendalikan
Bauran pemasaran dapat diubah dengan berbagai cara, misalnya: hotel dapat merubah atau mengganti media yang digunakan untuk mengiklankan produknya dari menggunakan media majalah ke media televisi, atau dari radio ke kupon promosi, sedangkan waktu dan uang merupakan faktor yang sifatnya terbatas.
2. Faktor yang tidak dapat dikendalikan
Faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan adalah kejadian-kejadian diluar jangkauan manajer pemasaran.
Faktor ini kadang-kadang disebut faktor eksternal, yang paling sedikit terdapat enam faktor eksternal seperti :
a. Kompetisi
b. Regulasi dan legalisasi
c. Lingkungan ekonomi
d. Teknologi dan
e. Lingkungan
f. Sosial-budaya
Suksesnya seorang penjual suatu produk hotel tergantung dari harga atau tarif hotel yang bersangkutan. Jika tarif kamar dianggap tinggi mungkin saja calon tamu memilih produk hotel yang lain (substitusi).
Menurut Oka A. Yoeti (1999, p.24) kunci kesuksesan para pelaku bisnis haruslah mengembangkan strategi persaingan yang berpedoman pada pembauran pasar (marketing mix). Marketing mix sebagai suatu konsep pertama kali dipelopori oleh Borden di tahun 1960-an. Marketing mix terdiri dari : Produk (Product), Tempat (Place), Harga (Price), Posisi (Positioning), Promosi (Promotion) dan Target Pasar (Target Market),
Labels:
Manajemen Pemasaran
Subscribe to:
Posts (Atom)